Senin, 30 November 2015

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)



ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU K3

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan ilmu dan seni yang mengupayakan pencegahan terhadap kecelakaan pekerja, kerugian di tempat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti :  Ancestry and sosial environment ( faktor keturunan), fault of person ( tindakan yang salah), unsafe action (tindakan tidak aman), unsafe condition (kondisi tidak aman), Accident (peristiwa kecelakaan kerja), Injury ( kecelakaan mengakibatkan cidera), loss control management ( Kegagalan dalam manajement).

Dalam ilmu K3 juga dikenal beberapa istilah yang sering dipergunakan yaitu :
1. Hazard

Devinisi           :
-     Merupakan suatu yang mempunyai potensi membahayakan bagi kesehatan,  keamanan dan kenyamanan pekerja di tempat kerja.
-          Sesuatu yang dapat menyebabkan cidera atau kerusakan pada alat-alat.
-        Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu (bisa pada barang ataupun suatu kegiatan maupun kondisi)

Tindakan yang harus dilakukan :

1.      Mengeliminasi hazard
2.      Subtitusi alat/mesin
3.      Perencanan alat/mesin/tempat kerja yg aman dan nyaman
4.      Administrasi prosedur/aturan/pelatihan/tanda bahaya/jam kerja
5.      APD yang nyaman

Contoh :
Moral pekerja, Tegangan listrik, Lingkungan kerja, Bahan kimia

Contoh Foto Hazard


2. Danger

Devinisi           :

-      Merupakan satu keadaan yang bisa menyebabkan peluang bahaya yang telah mulai terlihat, hingga menimbulkan satu aksi.
-     Tingkat bahaya (Danger) adalah adalah ungkapan dengan potensi bahaya dengan cara relatif, keadaan yang beresiko mungkin saja saja ada, walau demikian bisa menjadi tak beresiko, karena sudah dikerjakan sebagian tindakan pencegahan.


Tindakan         :
1.      Upaya pengendalian bahaya/program k3
2.      Intervensi

Contoh            :
Gas bocor, Listrik konslet, Tangki rusak, Tangga yang tidak kuat.

Foto Listrik Konslet


3.    Risk

Devinisi           :

-          Merupakan peluang terpaparnya seorang atau alat disuatu hazard (bahaya).
-          Peluang atau kemungkinan tinggi, tengah, atau rendah, bahwa seseorang yang terserang bahaya dapat celaka disebabkan hal itu.

Tindakan         :
1.      pengendalian secara teknis,
2.      pengendalian secara administratif, penggunaan alat pelindung diri

Contoh                        :
Keracunan makanan, Tersengat listrik, Lelah, Mengantuk

Foto Mengantuk


4.      Nearmiss

Devinisi           :
-       Merupakan suatu momen tidak terencana yg tidak mengakibatkan cidera, penyakit atau rusaknya namun mempunyai potensi untuk melakukanya.
-         Satu incident yg tidak menyebabkan cidera manusia atau rusaknya/kerugian/lost lainya

Tindakan         :
1.      Pelatihan/training
2.      Kehati-hatian petugas
3.      Waktu istiraha
4.      Pergantian waktu keja

Contoh                        :
Terpeleset, Salah mengambil bahan kimia, Mencabut kabel dan hampir tersetrum.


Foto Nearmiss


5.      Unsafe

Devinisi           :

-    Merupakan kondisi tidak aman baik bersumber dari kondisi kerja maupun bersumber dari perilaku manusia


Tindakan         :
1.      Adminstrasi
2.      Penyedian APD yang aman dan nyaman
3.      Tempat kerja yang aman

Contoh                        :
Perilaku tidak patuh, Pencahayaan kurang, Lantai kotor



 





Foto perilaku tidak patuh


6.      Unsafe condution

Devinisi           :

-          Merupakan keadaan fisik yang tidak memuaskan yang ada dilingkungan tempat kerja selekasnya saat sebelum satu momen kecelakaan yang segnifikan dalam lewat acara.
-       Satu keadaan fisik situasi/situasi yang beresiko yang mungkin saja segera bisa menyebabkan kecelakaan.


Tindakan         :
1.      Perawatan mesin/alat berkala
2.      Penyediaan APA yang aman dan nyaman
3.      Tempat kerja yang berstandar

Contoh                        :
            Lantai licin, Pecahan kaca, APD yang tidak nyaman, Tempat kerja yang tidak standar, 
            Pencahayaan yang kurang


  Foto Lantai Licin



7.      Incident

Devinisi           :

-          Merupakan peristiwa yang dapat menyebabkan atau potensi mengarah pada kecelakaan.
-        Satu peristiwa yg tidak dinginkan yang bisa serta sudah mengadakan kontak dengan sumber daya melebihi nilai ambang batas.

Tindakan         :

1.      Pengecekan peralatan secara berkala
2.      Memilih bahan peralatan yang aman/berstandar

Contoh                        :
            Bahan kimia yang tumpah, Pipa air menguap, Kenaikan temperatur mesin

Foto Bahan Kimia Tumpah

8.      Acsident

Devinisi           :
-          Merupakan kejadiaan yg tidak diinginkan berlangsung, menyebabkan cidera pada manusia serta rusaknya/kerugian/lost yang lain.

Tindakan         :
1.      Pengenalan bahaya
2.      Evaluasi
3.      Pengenalan bahaya
4.      Training karyawan
5.      Pemeriksaan alat secara berkala
6.      Administrasi

Contoh                        :
            Kecelakaan pekerja ketika menuju tempat kerja, Kebakaran pada tempat kerja,
Kecelakaan pada indrustri

Foto Acsident di tempat kerja


9.      Safety

Devinisi           :
-          Suatu upaya pengendalian dan pencegahan terhadap kesakitan dan kecelekaan di tempat kerja

Tindakan         :


Contoh                        :
Pemkaian APD, Taat SOP, Ketelitian



Foto pemakaian sarung tangan



10.  Security

Devinisi           :

-          Merupakan tindakan menprotekdi diri dari kejadian yang membahayakan.
-          Menghindari dari perbuatan yang disengaja dari keadian yang mebahayakan.

Tindakan         :

Contoh                        :
Pemakaian APD, Taat pusedur, Memlihara alat

Foto taat pada aturan pemakain APD


11.  Injury

Devinisi           :

-       Merupakan kejadian kecelakaan di tempat kerja baik cedera biasa, ringan, berat sampai ke tahap meningggal.

Tindakan         :

Contoh                        :
             Luka, Terbakar, Tertusuk paku

Foto tersengat listrik

Sabtu, 28 November 2015

DELAPAN DASAR ELEMEN DARI MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)



DELAPAN  ELEMEN DASAR DARI MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


Manjemen kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu upaya untuk meingkatkan kesejahteraan para pekerja dengan cara mengendalikan bahaya (hazard) melalui penerapan manajemen K3 di perusahaan maupun ditempat kerja lainnya. Menurut konsep loss control management yang dikemukakan oleh Frank E. Bird Jr pada tahun 1968-1976, bahwa penyebab utama dari kecelakaan adalah adanya ketimpangan pada sistem manajemen dalam pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Berikut ini delapan element sistem manajemen kesehatan dan kelamatan kerja : 



A.    Management Leadership and Organizational Commitment


Leadership atau kepemimpinan adalah sesuatu yang dimulai dari atas kebawah. Pemimpin berbeda dengan manajer, manajer adalah kedudukan jabatan dalam suatu organisasi yang mengurus segala aspek manajerial. Tidak semua manajer bisa menjadi pemimpin, namun pemimpin yang baik harus mampu melakukan aspek manajerial. 


Dalam aspek K3, semua pihak disemua area organisasi memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, karena kepemimpinan terkait dengan cara pandang dan sikap pemimpin terhadap segala aspek yang menjadi tanggung jawabnya. Kepemimpinan sulit diukur dan ditetapkan kriterianya, sehingga tidak ada persyaratan dalam SMK3. Tetapi bukan berarti hal tersebut dapat diabaikan, karena SMK3 terkait langsung dengan pekerja.


Berikut akan dijelaskan elemen-elemen dasar kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam SMK3:
  1. Komunikasi yang jelas, transparan dan memiliki visi yang jauh kedepan.

SMK3 harus dikomunikasikan secara jelas, sederhana dan terdapat pengembangan visi. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk mengembangkan visi dan memastikan pesan yang dibuat jelas dan dimengerti oleh semua pihak. Disamping adanya kebijakkan K3, menajemen puncak dapat mengembangkan istilah-istilah yang secara spesifik memeberikan arahan dan tindakan yang dapat dilakukan sesuai dengan tinkat personel di dalam perusahaan. Sebagai contoh, 

"Safety adalah prioritas utama”.

 Istilah ini sangat sederhana tetapi siapapun yang membacanya akan dapat memahami dan mengingatnya disaat melakukan aktifitas kerja.

  1. Rencana yang ringkas, jelas untuk mencapai visi.

Top leader bertanggung jawab untuk memastikan penyusunan manual sistem manajemen K3 yang terdiri dari penjelasan singkat struktur dan program SMK3 yang telah dilakukan. Untuk setiap manajemen K3, sebaiknya terdiri dari: 1. alur yang dapat dipahami 2. matriks tanggung jawab yang jelas 3. indikator pengukuran kinerja (KPI). Manajemen puncak dapat menunjuk siapa saja yang diberi tanggung jawab menerapkan program tersebut.

  1. Secara aktif dan mendukung setiap program

Dalam hal Ini mencakup setting standar kinerja bagi manajer dan supervisor pada aktifitas seperti safety patrol, investigasi kecelakaan, diskusi kelompok K3 dan proyek-proyek khusus. Para manajer dan supervisor secara aktif menyingkirkan berbagai hambatan, mempromosikan pentingnya K3 disamping kualitas dan produktifitas, dan berpartisipasi dalam inspeksi, investigasi, dan lain-lain.


Hampir seluruh perusahaan yang menerapkan sistem keselamatan menetapkan indikator keberhasilan adalah tidak terjadinya kecelakaan atau kehilangan waktu kerja (lost time) karena kecelakaan. Target yang ditetapkan adalah “Zero Accident” atau “Zero Lost Time Injury”. Apakah target tersebut sesuatu yang keliru?. Tentu saja tidak, sudah sewajarnya kita menargetkan tidak ada kecelakaan dan kehilangan waktu kerja karena kecelakaan. Namun menjadikan tingkat kecelakaan sebagai satu-satunya tolok ukur kinerja sistem keselamatan tidak akan bisa membangun sistem kesehatan yang berkelanjutan. Semua bagian atau departemen diberikan target zero accident atau lost time injury demi mendukung tercapainya target zero accident atau lost time injury. Apa yang terjadi sebagai dampak dari metode ini adalah manipulasi data laporan kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan seringkali tidak dilaporkan untuk tetap menjaga angka “Zero”, atau memaksa karyawan yang mendapat kecelakaan untuk tetap masuk atau mengisi absensi untuk menjaga angka “Zero” yang menjadi target perusahaan. Betapa banyak perusahaan yang mencapai target “Zero” tersebut namun jika dilihat kondisi lingkungan kerja dan perkerja tidak mencerminkan adanya sistem kesehatan yang baik.
Angka zero accident atau zero lost time injury adalah hasil akhir dari suatu proses pengendalian bahaya atau sumber bahaya sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk mempertahankan “Zero” secara berkelanjutan maka paradigma yang selama ini fokus pada target “Zero” harus diubah menjadi paragdima baru yaitu fokus pada perilaku kesehatan pekerja yang merupakan bagian dari proses pengendalian sumber kecelakaan atau penyebab terjadinya kecelakaan. Tindakan tidak aman atau dikenal dengan unsafe act yang merupakan bagian dari perilaku pekerja merupakan peneyebab terbesar terjadinya kecelakaan. Menurut teori Henrich 80% kecelakaan disebabkan oleh unsafe act dan 18% oleh unsafe condition dan 2% oleh hal lainnya. Teori ini mempertegas bahwa fokus pada perilaku kesehatan pekerja dalam mengendalikan tingkat kecelakaan adalah sangat penting dalam mempertahankan “Zero” secara berkelanjutan. Apa yang dimaksud dengan fokus pada perilaku kesehatan?. Fokus pada perilaku keselamatan adalah mengukur tingkat perilaku aman dan tidak aman dari setiap proses pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja didalam perusahaan. Tolok ukur keberhasilan sistem keselamatan tidak hanya pada angka “Zero” akan tetapi yang jauh lebih penting adalah seberapa besar perilaku tidak aman dari pekerja dapat diturunkan dari waktu ke waktu hingga mencapai “Zero Unsafe Act”. Jika “Zero Unsafe Act” sudah dapat dicapai maka “Zero Accident dan Zero Lost Time Injury” yang sesungguhnya akan dapat dicapai dan dipertahankan secara berkelanjutan.


  1. Dapat mempertanggungjawabkan semua pogram k3  kepada semua level didalam perusahaan.

Hal ini memerlukan keterlibatan aktif semua pihak dengan memberikan peluan yang luas bagi staff untuk memberikan masukkan dan menerima tanggung jawab K3. Hal ini sangat penting dan menunjukkan bahwa standar K3 dan aturannya diketahui, ditaati bersama-sama, dan bila ada pelanggaran, diperkuat dengan tindakkan pendisiplinan.

  1. Menintegrasikan elemen K3 ke dalam fungsi initi pengelolaan bisnis.

K3 jangan dianggab sebagai tambahan pekerjaan, atau menjadi sistem diluat aktifitas sehari-hari. K3 harus menjadi bagian dari setiap pekerjaan. Organisasi yang berkomitmen kuat kepada K3 memiliki batas yang luas bagi SMK3 didalam organisasinya. Bentuk yang biasa dilakukan adalah dengan mengintegrasikan SMK3 kedalam sistem manajemen lainnya seperti ISO 9001 dan ISO 14001.


Definisi ”integrasi” didalam kamus bahasa sering diartikan ”mengabungkan”. Dalam banyak kasus mengintegrasikan sistem manajemen standar adalah menggabungkan elemen-elemen dari berbagai sistem dan hasil penggabungan tersebut dikatakan sebagai sistem terintegrasi. Berdasarkan definisi dari British Standard Institute, bahwa perubahan gabungan menjadi terintegarsi adalah sebagai berikut:

·         Langkah 1 – Pengabungan: Sistem manajemen yang terpisah digunakan secara bersama-sama dalam satu organisasi.

·         Langkah 2 – Dapat diintegrasikan: Elemen-elemen umum didalam sistem manajemen telah diidentifikasi.

·         Langkah 3 – Mengintegrasikan: Elemen-elemen umum yang telah diidentifikasi  sedang diintegrasikan.

·         Langkah 4 – Terintegrasi: Ada satu sistem yang menggabungkan semua elemen-elemen umum.










Menurut Savic.S (2001), menginterasikan sistem terdiri dari tiga fasa, yaitu; fasa pertama adalah mengurai semua sistem manajemen yang akan diintegrasikan, fasa kedua menyatukan elemen-elemen yang umum dan fasa ketiga adalah mengintegrasikan elemen-elemen umum tersebut. Elemen-elemen dikatakan umum apabila memiliki:


·         Kepentingan dan tujuan yang sama.
·         Proses organisasi dan lingkungan yang sama.
·         Metoda dan teknik, teori manajemen dan praktek yang sama.
·         Proses manajemen konsep yang serupa.
·         Sumber daya manajemen konsep yang serupa.
·         Konsep pengukuran, analisa dan perbaikan yang sama.
·         Tanggung jawab manajemen yang sama.
·         Konsep bisnis, misi dan visi organisasi yang sama.

  1. Menintegrasikan elemen K3 ke dalam fungsi initi pengelolaan bisnis. 

Memiliki SMK3 yang meliputi banyak hal, terstruktur, dan adanya proses dalam meningkatkan kompetensi sumberdaya manusianya merupakan sebuah pesan bahwa K3 menjadi prioritas didalam organisasi. Pelatihan sebaiknya tidak dipandang sebagai pengganti tapi sebagai tambahan untuk keterlibatan. Pemimpin dalam K3 mengambil setiap peluang dalam memperkuat SMK3, dan menemukan dukungan, keterlibatan pekerja dan mengakui hal tersebut sebagai prestasi positif mereka.


Adapun bentuk komitmen kepada K3 terdiri dadri :


a.         Melindungi Pekerja


Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk melindungi pekerja dari segala bentuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Bagaimanapun pekerja adalah asset perusahaan yang paling penting. Dengan menerapkan K3 angka kecelakaan dapat dikurangi atau ditiadakan sama sekali, hal ini juga akan menguntungkan bagi perusahaan, karena pekerja yang merasa aman dari ancaman kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan bekerja lebih bersemangat dan produktif.


b.         Patuh Terhadap Peraturan dan Undang-Undang


Perusahaan-perusahaan yang mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku pada umumnya terlihat lebih sehat dan exist. Karena bagaimanapun peraturan atau perundang-undangan yang dibuat bertujuan untuk kebaikan semua pihak. Dengan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku maka perusahaan akan lebih tertib dan hal ini dapat meningkatkan citra baik perusahaan itu sendiri. Berapa banyak perusahaan yang melakukan pembangkangan terhadap peraturan yang berlaku mengalami kebangkrutan atau kerugian karena mengalami banyak permasalahan baik dengan karyawan, pemerintah dan lingkungan setempat.


c.       Meningkatkan Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan


Penerapan SMK3 secara baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Betapa banyak pelanggan yang mensyaratkan para pemasok atau supplier mereka untuk menerapkan SMK3 atau OHSAS 18001. Karena penerapan SMK3 akan dapat menjamin proses yang aman, tertib dan bersih sehingga bisa meningkatkan kualitas dan mengurangi produk cacat. Para pekerja akan bekerja secara lebih baik, karena mereka terlindungi dengan baik sehingga bisa lebih produktif. Kecelakaan dapat dihindari sehingga bisa menjamin perusahaan beroperasi secara penuh dan normal untuk menjamin kontinuitas supplai kepada pelanggan. Tidak jarang pelanggan melakukan audit K3 kepada para pemasok mereka untuk memastikan bahwa pekerja terlindungi dengan baik dan proses produksi dilakukan secara aman. Tujuan mereka tidak lain adalah untuk memastikan bahwa mereka sedang berbisnis dengan perusahaan yang bisa menjamin kontinuitas supplai bahan baku mereka. Disamping itu dengan memiliki sertifikat SMK3 atau OHSAS 18001 akan dapat meningkatkan citra perusahaan sehingga pelanggan semakin percaya terhadap perusahaan tersebut.


d.      Membuat Sistem Manajemen Yang Efektif


Dengan menerapkan SMK3 atau OHSAS 18001 maka sistem manajemen keselamatan akan tertata dengan baik dan efektif. Karena didalam SMK3 ataupun OHSAS 18001 dipersyaratkan adanya prosedur yang terdokumentasi, sehingga segala aktifitas dan kegiatan yang dilakukan akan terorganisir, terarah, berada dalam koridor yang teratur dan dilakukan secara konsisten. Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan sistem disimpan untuk memudahkan pembuktian identifikasi akar masalah ketidaksesuaian. Sehingga analysis atau identifikasi ketidaksesuaian tidak berlarut-larut dan melebar menjadi tidak terarah, yang pada akhirnya memberikan rekomendasi yang tidak tepat atau tidak menyelesaikan masalah. Dalam sistem ini juga dipersyaratkan untuk dilakukan perencanaan, pengendalian, tinjau ulang, umpan balik, perbaikan dan pencegahan. Semua itu merupakan bentuk sistem manajemen yang efektif. Sistem ini juga meminta komitmen manajemen dan partisipasi dari semua karyawan, sehingga totalitas keterlibatan line manajemen dengan pekerja sangat dituntut dalam menjalankan semua program yang berkaitan dengan K3. Keterlibatan secara totalitas ini akan memberikan lebih banyak peluang untuk melakukan peningkatan atau perbaikkan yang lebih efektif bagi perusahaan.


  1. Fokus pada perbaikkan berkelanjutan (continous improvement) dari sistem manajemen K3.

Mengelola SMK3 adalah sama dengan mengelola produktivitas, kualitas atau area-area lain dalam organisasi. Peningkatan dan perbaikkan sistem dapat dijadikan sebagai bagian dari aktifitas sehari-hari.




B.     Hazard Identification and Assessment


Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) - definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.


Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta faktor bahaya sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan daftar singkat bahaya dari faktor-faktor bahaya di atas :

Faktor Bahaya Biologi
  1. Jamur.
  2. Virus.
  3. Bakteri.
  4. Tanaman.
  5. Binatang.
Faktor Bahaya Kimia
  1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya
  2. Beracun.
  3. Reaktif.
  4. Radioaktif.
  5. Mudah Meledak.
  6. Mudah Terbakar/Menyala.
  7. Iritan.
  8. Korosif.
Faktor Bahaya Fisik/Mekanik
  1. Ketinggian.
  2. Konstruksi (Infrastruktur).
  3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.
  4. Ruangan Terbatas (Terkurung).
  5. Tekanan.
  6. Kebisingan.
  7. Suhu.
  8. Cahaya.
  9. Listrik.
  10. Getaran.
  11. Radiasi.
Faktor Bahaya Biomekanik
  1. Gerakan Berulang.
  2. Postur/Posisi Kerja.
  3. Pengangkutan Manual.
  4. Desain tempat kerja/alat/mesin.
Faktor Bahaya Sosial-Psikologis
  1. Stress.
  2. Kekerasan.
  3. Pelecehan.
  4. Pengucilan.
  5. Intimidasi.
  6. Emosi Negatif.
.



C.    Hazard Control.



Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan dalam mengendalikan bahaya di tempat kerja untuk menurunkan tingkat kecelakaan akibat kerja, yaitu:


  1. Engineering control, yaitu dengan menambahkan berbagai peralatan dan mesin yang dapat mengurangi bahaya dari sumbernya. Contohnya adalah penggunaan exhaust dan system ventilasi untuk meminimalisir bahaya debu atau gas. Akan tetapi pengendalian dengan system engineering control membutuhkan dana yang besar.
  2. Administrative control, yaitu dengan membuat berbagai prosedur kerja termasuk kebijakan manajemen dalam implementasi K3. Tujuannya adalah agar pekerja bekerja sesuai dengan instruksi yang sudah ditetapkan sehinggan kecelakaan atau kesalahan kerja dapat dihindari. Termasuk didalam adminstarsi control yaitu dengan menyediakan alat pelindung diri (APD) atau personnel pertective equipment (PPE) bagi setiap pekerja yang terpajan dengan bahaya di tempat kerja.
  3. Metoda lain yang dapat digunakan untuk pengendalian bahaya adalah Inherently Safer Alternative Method, dimana metoda ini memiliki empat strategi pengendalian bahaya, yaitu:
    1. Minimize; yaitu dengan cara meminimalkan tingkat bahaya dari sumbernya dengan cara mengurangi jumlah pemakaian atau volume penyimpanan dan proses.
    2. Substitue; yaitu dengan cara mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang berbahaya. Contohnya hádala menggunakan metoda water base sebagai pengganti solven base. Water base lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan solven base.
    3. Moderate; Mengurangi bahaya dengan cara menurunkan konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Contohnya adalah menggunakan bahan kimia dengan konsentrasi yang lebih rendah sehingga tingkat bahaya pajanannya menjadi lebih rendah.
    4. Simplify; Mengurangi bahaya dengan cara membuat prosesnya menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah di control.

Semua metoda pengendalian tersebut dapat dilakukan secara bersamaan, karena tidak ada satu metodapun yang betul-betul bisa menurunkan bahaya dan resiko sampai pada posisi nol, artinya para pekerja masih besar kemungkinanya terpajan terhadap bahaya ditempat kerja. Untuk itu sebagai pertahanan dan perlindungan terakhir bagi pekerja adalah dengan menggunakan APD.


Berdasarkan Undang-Undang RI No. 1 tahun 1970 bahwa pengurus atau pimpinan tempat kerja berkewajiban menyediakan alat pelindung diri (APD/PPE) untuk para pekerja dan para pekerja berkewajiban memakai APD/PPE dengan tepat dan benar. Tujuan dari penerapan Undang- Undang ini adalah untuk melindungi kesehatan pekerja tersebut dari risiko bahaya di tempat kerja. Jenis APD/PPE yang diperlukan dalam berbagai aktifitas kerja di industri sangat tergantung pada aktifitas yang dilakukan dan jenis bahaya yang terpapar.


Kesadaran para pekerja akan penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam bekerja ternyata masih sangat rendah. Berdasarkan temuan dari survei  yang penulis lakukan sejak tahun 2004 sampai saat ini  banyak sekali ditemukan kesalahan dan kekurangan dalam menggunakan APD di berbagai perusahaan baik lokal maupun yang berskala international (lihat grafik). Ada dua faktor utama yang melatar belakangi masalah ini yaitu rendahnya tanggung jawab management terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja dan rendahnya tingkat kesadaran para pekerja dalam menggunakan APD.


  Alat Pelinding Diri (APD)


Definisi APD dalam HSE regulasi adalah semua peralatan yang melindungi pekerja selama bekerja termasuk pakaian yang harus di pakai pada saat bekerja, pelindung kepala (helmet), sarung tangan (gloves), pelindung mata (eye protection), pakaian yang bersifat reflektive, sepatu, pelindung pendegaran (hearing protection) dan pelindung pernapasan (masker). [HSE, 1992]


Penggunaan APD di tempat kerja di sesuaikan dengan pajanan bahaya yang di hadapi di area kerja. Berikut adalah jenis bahaya dan APD yang diperlukan:
Tabel . Jenis bahaya dan APD yang diperlukan
No
Tubuh Yang Dilindungi
Bahaya
APD
1
Mata
Percikan bahan kimia, debu, proyektil, gas, uap, radiasi
safety spectacles, goggles, faceshields, visors.
2
Kepala
Kejatuhan benda, benturan, rambut tertarik mesin
Helmet
3
Sistem pernapasan
Debu, gas, uap, fume, kekurangan oksigen
Respirator, alat bantu pernapasan
4
Melindungi badan
Panas berlebihan, tumpahan atau percikan bahan kimia
Cover all, pakaian anti panas/api
5
Tangan
Panas, terpotong, bahan kimia, sengatan listrik
Sarung tangan
6
Kaki
Tumpahan bahan kimia, tertimpa benda, sengatan listrik
Sepatu safety



D.      Work Site Inspections ( pemantauan )


Perusahaan membangun metode sistematis untuk pengukuran dan pemantauan kinerja K3 secara teratur sebagai satu kesatuan bagian dari keseluruhan sistem manajemen Perusahaan. Pemantauan melibatkan pengumpulan informasi-informasi berkaitan dengan bahaya K3, berbagai macam pengukuran dan penelitian berkaitan dengan resiko K3, jam lembur tenaga kerja serta penggunaan peralatan/mesin/perlengkapan/bahan/material beserta cara-cara penggunaannya di tempat kerja.


Pengukuran kinerja K3 dapat berupa pengukuran kualitatif maupun pengukuran kuantitatif kinerja K3 di tempat kerja.


Pengukuran dan Pemantauan bertujuan antara lain untuk :
  1. Melacak perkembangan dari pertemuan-pertemuan K3, pemenuhan Tujuan K3 dan peningkatan berkelanjutan.
  2. Memantau pemenuhan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
  3. Memantau kejadian-kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
  4. Menyediakan data untuk evaluasi keefektivan pengendalian operasi K3 atau untuk mengevaluasi perlunya modifikasi pengendalian ataupun pengenalan pilihan pengendalian baru.
  5. Menyediakan data untuk mengukur kinerja K3 Perusahaan baik secara proaktif maupun secara reaktif.
  6. Menyediakan data untuk mengevaluasi penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja Perusahaan.
  7. Menyediakan data untuk menilai kompetensi personil K3.

Perusahaan mendelegasikan tugas pemantauan dan pengukuran kinerja K3 kepada Ahli K3 Umum Perusahaan atau Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja termasuk anggota-anggota di bawah kewenangan Ahli K3 Umum Perusahaan.


Hasil dari pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dianalisa dan digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keberhasilan kinerja K3 ataupun kebutuhan perlunya tindakan perbaikan ataupun tindakan-tindakan peningkatan kinerja K3 lainnya.


Pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif dan metode pengukuran reaktif di tempat kerja. Prioritas pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif dengan tujuan untuk mendorong peningkatan kinerja K3 dan mengurangi kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja.


Termasuk dalam pengukuran proaktif kinerja K3 antara lain :
  1. Penilaian kesesuaian dengan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
  2. Keefektivan hasil inspeksi dan pemantauan kondisi bahaya di tempat kerja.
  3. Penilaian keefektivan pelatihan K3.
  4. Pemantauan Budaya K3 seluruh personil di bawah kendali Perusahaan.
  5. Survey tingkat kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
  6. Keefektivan hasil audit internal dan audit eksternal Sistem Manajemen K3.
  7. Jadwal penyelesaian rekomendasi-rekomendasi penerapan K3 di tempat kerja.
  8. Penerapan program-program K3.
  9. Tingkat keefektivan partisipasi tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
  10. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.
  11. Penilaian aktivitas kerja yang berkaitan dengan resiko k3 Perusahaan.

Termasuk dalam pengukuran reaktif kinerja K3 antara lain :
  1. Pemantauan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
  2. Tingkat keseringan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
  3. Tingkat hilangnya jam kerja akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
  4. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pemerintah.
  5. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pihak ke tiga yang berhubungan dengan Perusahaan.

Perusahaan menyediakan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan pemantauan dan pengukuran kinerja K3 seperti alat pengukur tingkat kebisingan, pencahayaan, gas beracun dan alat-alat lainnya sesuai dengan aktivitas operasi perusahaan yang berkaitan dengan K3.


Perusahaan juga menggunakan komputer dan program-program komputer sebagai alat untuk menganalisa hasil pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di tempat kerja.


Keseluruhan alat-alat yang digunakan dalam pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dikalibrasi secara berkala dan disesuaikan pengaturan nilai besaran satuannya sesuai dengan standar nilai besaran satuan yang berlaku baik Internasional maupun secara lokal.


Perusahaan tidak menggunakan alat-alat yang tidak dikalibrasi dengan tepat ataupun yang sudah mengalami kerusakan untuk melaksanakan pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di tempat kerja.


Kalibrasi dan perawatan alat ukur pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dilaksanakan oleh personil ahli terhadap pelaksanaan kalibrasi dan perawatan alat-alat ukur yang digunakan.



E.     Worker Competency and Training ( competensi/training/pelatihan)


Dalam sistem manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER.05/MEN/1996 pada lampiran I poin 3.1.5 tentang pelatihan (training) disebutkan bahwa penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001 section 4.4.2 mensyaratkan bahwa setiap pekerja harus memiliki kompetensi untuk melakukan tugas-tugas yang berdampak pada K3. Kompetensi harus ditetapkan dalam hal pendidikan yang sesuai, pelatihan dan / atau pengalaman.


Training K3 merupakan program yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dari berbagai studi yang dilakukan terhadap prilaku tidak aman dari pekerja diperoleh beberapa alasan (National Safety Council, 1985):
  1. Pekerja tidak memperoleh intruksi kerja secara spesifik dan detil.
  2. Kesalahpahaman terhadap intruksi kerja.
  3. Tidak mengetahui instruksi kerja.
  4. Menganggap instruksi kerja tersebut tidak penting atau tidak perlu.
  5. Mengabaikan instruksi kerja.


Untuk mencegah hal tersebut diatas terjadi maka sangat diperlukan training  bagi pekerja untuk memahami setiap instruksi kerja secara baik dan akibat yang dapat terjadi jika tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi kerja.


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail.A (2010) menunjukkan bahwa training dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat mengurangi kesalahan pencampuran dan parameter proses yang disebabkan oleh faktor pekerja, dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya bahaya reaktifitas kimia. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dingsdag (2008) yang menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan budaya dan prilaku K3 untuk mengurangi kecelakaan kerja maka diperlukan training K3 untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman K3 pada seluruh line management dan pekerja.


Setiap pekerja baru harus mendapatkan training yang cukup sebelum melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan. Training yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan dari area kerja masing-masing pekerja. Untuk memastikan bahwa pekerja baru sudah menguasai tugas dan tanggung jawab yang diberikan maka diperlukan tolok ukur sebagai umpan balik dari training yang diberikan. Training tidak hanya diberikan pada pekerja baru, akan tetapi pekerja lamapun harus diberikan training penyegaran. Pihak manajemen perusahaan harus membuat program training tahunan yang meliputi topik-topik baru maupun topik-topik lama sebagai penyegaran (re-fresh training).


Training yang diberikan harus meliputi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) untuk meningkat kompetensi pokok (core competency) dan kompetensi K3 (safety competency). Kompetensi pokok adalah kompetensi minimum yang harus dimiliki pekerja untuk menjalankan tugas pokok yang dibebankan, misalnya operator produksi harus memahami dan mampu menjalankan mesin produksi, laboran harus mampu melakukan analisa dasar bahan kimia dan seterusnya. Namun kompetensi pokok saja tidak cukup untuk melakukan pekerjaan secara aman, maka diperlukan kompetensi K3. Pada umumnya training kompetensi pokok tidak dilengkapi dengan kompetensi K3 atau tidak mengandung aspek-sapek K3 (Dingsdag, 2008).


Secara garis besar training K3 yang diperlukan adalah sebagai berikut (National Safety Council, 1985):
  1. Training untuk karyawan baru, misalnya: peraturan umum perusahaan, profil perusahaan, peraturan K3 secara umum, kebijakan K3, program pencegahan kecelakaan, intruksi kerja yang dibutuhkan, bahaya ditempat kerja, alat pelindung diri, dst.
  2. Job Safety Analysis (JSA); pemahaman terhadap JSA dan proses JSA.
  3. Job instruction training (JIT); training yang secara spesifik menjelaskan prosedur kerja standar di area kerja masing-masing, misalnya; prosedur kalibrasi, prosedur pembuatan produk, prosedur pembersihan tangki, dst.
  4. Other method instruction;  training untuk trainer, bagaimana mempersiapkan dan melakukan training secara baik.


Sebagai salah satu contoh topik-topik training untuk peningkatan kompetensi pekerja dalam upaya mengurangi poetnsi risiko bahaya kimia adalah seperti terdapat didalam tabel berikut: 
No
Topik Training
Kompetensi
Bagian
Jabatan
Keterangan
1
Prosedur kerja standar dan instruksi kerja
Pokok
Semua
Operator s/d Manager
Kebutuhan disesuaikan dengan departemen masing-masing (SOP/WI)
2
Sistem Manajemen K3
Pokok/K3
Semua
Spv s/d manager
Pemahaman (SMK3, OHSAS 18001)
3
Respon keadaan darurat
Pokok/K3
Semua
Semua
Pemahaman dan praktek (SOP)
4
Bahan kimia berbahaya dan Penaganannya
Pokok/K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Operator s/d Manager
Kebutuhan disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (NFPA, NIOSH)
5
MSDS dan Label Bahan Kimia (GHS)
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Operator s/d Manager
Kebutuhan disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (GHS,NFPA, UN)
6
Tata Cara Penyimpanan Bahan Kimia di Gudang
Pokok/K3
Gudang
Operator s/d Manager
Operator – UmumSpv& Mgr – Detil
(CCPS, NFPA)
7
Penanganan Tumpahan Bahan Kimia
K3
Prod, Gudang dan Lab
Operator s/d Manager
Operator – praktekSpv&Mgr – + pengetahuan (NFPA, CCPS)
8
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Operator s/d Manager
Operator – Bersifat umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS)
9
Penanganan BRK
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Operator s/d Manager
Operator – Bersifat umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS)
10
Managemen BRK
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Spv s/d Manager
Pemahaman (CCPS)
11
Indentifikasi dan analisis BRK
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Spv s/d Manager
Pemahaman dan praktek (CCPS)
12
Analysis Tools untuk BRK
K3
Lab
Spv
Pemahaman dan praktek (CCPS, CRW 2)


Topik dan isi training harus disesuaikan dengan kebutuhan area kerja atau tanggung jawab dan tingkatan atau jabatan pekerja, karena umumnya tingkatan atau jabatan menunjukkan tingkat pendidikan pekerja. Sebagai contoh, operator bagian produksi memerlukan training keahlian dalam mengoperasikan mesin produksi, sementara teknisi dari bagian enjinering memerlukan training keahlian dalam perawatan dan perbaikan mesin produksi. Supervisor produksi lebih memerlukan training pengetahuan proses produksi dari pada keahlian dalam mengoperasikan mesin produksi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ismail.A (2010) dapat disimpulkan bahwa untuk mengurangi kesalahan pekerja yang berdampak pada bahaya kimia, maka diperlukan core competency dan safety competency yang baik. Tabel diatas merupakan topik training yang direkomendasikan untuk meningkatkan core dan safety competency pekerja sehingga dapat mengurangi risiko bahaya kimia dan bahaya reaktifitas kimia (BRK) ditempat kerja.



F.     Incident Reporting and Investigation


Insiden, kecelakaan kerja dan nearmiss merupakan tolak ukur utama dalam mengukur tingkat kinerja K3 secara umum. Semua kejadian yang berkaitan dengan ketiga hal di atas perlu dicatat dan diselidiki/investigasi guna menentukan langkah-langkah perbaikan untuk meningkatkan kinerja K3 di tempat kerja.


Form digunakan sebagai alat untuk mencatat kejadian beserta kronologi kejadian insiden, kecelakaan kerja maupun nearmiss baik itu terhadap tempat, waktu, pekerjaan, alat/mesin, bahan, serta hal-hal terkait insiden/kecelakaan kerja. Form laporan kecelakaan kerja/insiden kerja juga digunakan untuk mencatat kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat insiden, kecelakaan kerja ataupun nearmiss.


Form juga diperlukan untuk mencatat korban-koban insiden, kecelakaan kerja ataupun nearmiss beserta tindakan penanganannya serta keparahan yang diderita akibat insiden/kecelakaan kerja serta banyaknya hari hilang akibat insiden kerja/kecelakaan kerja tersebut. Selanjutnya form laporan insiden/kecelakaan kerja digunakan untuk mencatat seluruh hasil penyelidikan (investigasi) berkaitan dengan sebab-sebab kecelakaan kerja/insiden kerja baik penyebab langsung, penyebab tidak langsung maupun penyebab dasarnya.


Catatan paling akhir dari laporan insiden/kecelakaan kerja ialah mencatat hasil-hasil tindakan perbaikan dan pencegahan yang direncanakan berdasarkan hasil investigasi insiden/kecelakaan kerja berikut dengan jadwal pelaksanaan, wewenang pelaksanaan serta perkembangan pelaksanaannya.


Form laporan insiden/kecelakaan kerja divalidasi oleh saksi-saksi, korban, petugas/pengawas K3, manajer/kepala area kerja bersangkutan serta manajemen atas.


Bagian paling akhir dari laporan insiden/kecelakaan kerja dapat diisi gambar-gambar (foto) dokumentasi kecelakaan kerja serta catatan-catatan penting lainnya yang diperlukan/dibutuhkan dalam laporan kejadian. Selanjutnya laporan tersebut dimasukkan dalam laporan statistik kecelakaan/insiden kerja untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berkaitan/berhubungan dengan laju kinerja K3 di tempat kerja.



Contoh Form Laporan Kecelakaan/Insiden Kerja
Form Laporan Kecelakaan Kerja





G. Emergency Response Planning



Rencana tanggap darurat bertujuan untuk memastikan rencana tanggap darurat tersedia dan diimplementasikan jika ada keadaan darurat seperti kebakaran dan ledakan, penyakit dan cedera atau kematian, kerusakan property selama kegiatan operasional atau proyek di perusahaan.


Type of Emergency / Jenis Darurat
1.      Moderate / Sedang : Dalam kasus kecelakaan orang di tempat kerja, First Aider yang terlatih  (Manajer, pengawas, petugas Safert dan First Aider) melakukan pertolongan di lokasi dan mengevakuasi cedera ke klinik dan setelah pengobatan, kembali untuk bekerja.
2.      Serious / Serius : Dalam kasus kecelakaan serius, pengawas, petugas safety dan First Aider bertanggung jawab untuk mengevakuasi cedera ke klinik yang tersedia di perusahaan / Yard segera atau hubungi klinik dan meminta dokter atau paramedis yang bertugas untuk datang pada lokasi kejadian . Team leader / Manajer yang bertanggung jawab, Manajer HSE dan Dokter harus memutuskan apakah cedera harus dievakuasi ke rumah sakit.
3.      Fatality : Jangan menyentuh atau merubah apa-apa sampai polisi tiba di lokasi kecelakaan. Evakuasi tubuh segera setelah izin dari polisi ke rumah sakit dicalonkan oleh perahu khusus



Ancaman bahaya yang memungkinkan mendatangkan kerusakan besar seperti kebakaran gempa, tsunami, badai, banjir, bahkan demo yang semakin membudaya dilingkungan masyarakat kita. Untuk mengantisipasi kejadian tersebut, perusahaan harus membentuk organisasi tersendiri dalam menghadapi keadaan darurat, apapun bentuknya. Tanpa persiapan yang baik dalam menghadapi keadaan darurat, kepanikan akan terjadi dan kemungkinan kerugian yang lebih besar akan dialami oleh perusahaan. Kesadaran perusahaan tentang kemungkinan adanya bencana yang tidak diharapkan, akan meningkatkan kewaspadaan Perusahaan.


Sasaran Training Emergency Response Plan:
  • Memahami konsep Perencanaan Tanggap Darurat (ERP) secara efektif sehingga pengendalian bisa dilakukan secara cepat dan tepat
  • Mencegah kesimpang siuran dalam menghadapi keadaan emergency (tidak gugup atau panik).
  • Mencegah terjadinya korban jiwa, kerusakan harta benda dan lingkungannya.
  • Mampu mengembangkan sistem dan program ERP.


Siapa Yang Harus Hadir Training Emergency Response Plan: 


Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Semua Anggota P2K3, Semua jajaran Manajer dan Supervisor Perusahaan mulai dari Bagian Produksi, Pemeliharaan, Engineering, Analis, Personalia, Pelatihan dan Pengembangan sampai dengan Sekuriti, Semua karyawan yang terkait dan diharapkan dapat membantu melakukan analisa kecelakaan didaerah kerjanya masing-masing.
Fasilitator Training Emergency Response Plan:
Trainer-trainer HSP Academy yang memiliki pengalaman akademis dan  K3 diberbagai industry.
Outline Training Emergency Response Plan:

  1. Konsep Perencanaan Tanggap Darurat (ERP)
·         Emergency Response Introduction
·         Disaster Management Element Standard
·         Development of Disaster Management System.
·         Emergency Response Programs
·         Evacuation Process
·         Emergency Response Organization

  1. Manajemen tanggap siaga untuk keadaan darurat di kegiatan usaha pertambangan Berdasarkan Standard Nasional Indonesia.
·         Ketanggap Siagaan Keadaan Darurat 


Tugas dan Tanggung Jawab

1.      Perencanaan Tanggap Darurat Kebakaran
·         Pengantar Sistem Manajemen Pengawasan Kebakaran
·         Struktur Organisasi Tugas & Fungsi Peran Kebakaran
·         Pembuatan Skenario & Gladi Evakuasi

2.        Prosedur First Aid.
Jadual Training Emergency Response Plan:

3.        Open Schedule 2 hari training (minimal peserta 4 orang)
4.        Tempat Training Emergency Response Plan:
5.        Fasilitas Training Emergency Response Plan:
·         Hand out untuk peserta
·         Soft copy materi training (1 CD)
·         Sertifikat Training
·         Coffe break and lunch



H.      Program Administration


International Loss Control Institute (ILCI) telah mengidentifikasi 20 elemen program yang dipertimbangkan termasuk esensial untuk suksesnya upaya pengendalian kerugian (loss). Elemen program tersebut adalah:


1.      Kepimimpinan dan Administrasi
2.      Manajemen pelatihan
3.      Inspeksi yang terencana
4.      Analisis tugas dan prosedur
5.      Penyelidikan kecelakaan
6.      Observasi Pekerjaan
7.      Kesiapan keadaan darurat
8.      Aturan organisasi
9.      Analisis kecelakaan
10.  Pelatihan karyawan
11.  Alat Pelindung Diri
12.  Jasa dan kontrol kesehatan
13.  Sistem evaluasi program
14.  Kontrol enjinering/rekayasa
15.  Komunikasi personal
16.  Pertemuan kelompok
17.  Promosi umum
18.  Pekerja baru dan penempatan
19.  Kontrol pembelian
20.  K3 di luar kerja


Ahli lain meringkas menjadi 8 buah program, yaitu sebagai berikut:


A.    Elemen Administratif (Administratif  Elements)
1.      Manual (prosedur dan acuan)
2.      Komite dan koordinator
3.      Pelatihan, minat, dan motivasi


B.     Elemen Aksi (Action Elements)
1.      Inspeksi
2.      Pengendalian Bahaya
3.      Analisis bahaya pekerjaan
4.      Pertemuan K3
5.      Penyelidikan kecelakaan.
     

Kedelapan elemen tersebut akan diuraikan secara ringkas, sebagai berikut:


1.       Manual K3 (Prosedur dan Acuan)


Sebuah manual K3 merupakan dasar dari efektifitas system manajemen K3. Tanpa prosedur dan acuan dasar, upaya pengendalian kerugian akan tidak terkoordinasi dan berjalan serampangan.  Segala masalah yang timbul akan ditangani bilamana muncul, daripada penanganan yang berorientasi secara sistematik.


Terdapat banyak macam cara yang berbeda bagaimana menyusun sebuah manual, tergantung kebutuhan. Kriteria yang penting dari sebuah manual adalah:

·         Mudah digunakan (user friendly), yaitu terdapat tatanan isi yang logis untuk memudahkan pencarian prosedur.
·         Sistem indeks dan penomoran yang memudahkan proses pengisian arsip yang baru maupun yang direvisi.
·         Sistem indeks dan penomoran harus dapat diperluas mencakup sistem klasifikasi yang besar sehingga prosedur baru di kemudian hari dapat masuk dengan mudah ke dalam sistem.
·         Sistem indeks dan penomoran memiliki referensi arsip sehingga tambahan bahan dapat disimpan dan ditempatkan secara mudah.


2.      Komite dan Koordinator K3

a.         Komite K3


Jumlah komite K3 tergantung dari organisasi dan manajemen strukturnya. “Top-Down” otokratis organisasi akan memiliki sedikit komite. Sedangkan  lainnya mungkin partisipatif dan konsensus dengan memiliki variasi tanggung jawab.


Apa manfaat dari komite K3?


Tujuan umum dari program K3 yang sistematis adalah mencegah kecelakaan. Untuk mencapai tujuan ini, sistem harus terarah pada target mencari dan mengendalikan bahaya. Manfaat penting dari komite dalam menemukan dan mengendalikan bahaya adalah.


Pengalaman dan keahlian dapat terpadu. Keterpaduan ini bersama-sama dalam suatu urun rembug masalah akan menghasilkan pengembangan yang inovatif dan pemecahan masalah yang praktis.

1.  Kesempatan bagi sejumlah orang untuk bekerja sama dalam suatu pertemuan dan menghasilkan komunikasi yang lebih baik.
2.      Rekomendasi dari komite, terutama masalah yang kontraversi, akan dapat diterima lebih positif oleh anggota lainnya di organisasi.


Secara garis besar komite dikategorikan sebagai berikut:
·         Komite K3 eksekutif
·         Komite Program K3 – pelatihan, rekognisi, dan pengendalian bahaya.
·         Komite K3 Departemen
·         Komite K3 Teknis – seperti untuk urusan pelistrikan, APD, Alat angkat Crane dsb.


b.      Koordinator K3


Program koordinator K3 didisain untuk menyediakan dukungan dan bantuan kepada manajemen departemen. Posisi ini biasanya tugas paruh-waktu. Tugas seorang koordinator K3 adalah membantu manajer departemen untuk urusan administratif  beberapa program, termasuk menentukan titik-titik lemah dari program dan membuat rekomendasi untuk penyempurnaannya.   

   
Petugas professional K3 harus bertemu secara rutin dengan semua koordinator untuk memberikan arahan dan pelatihan yang diperlukan. Koordinator K3 tidak mengambil alih fungsi pengawas lini depan dalam hal K3. Fungsi utama dari koordinator K3 ini adalah membantu manajer unit dalam hal administrasi program K3.


Beberapa contoh tugas dan tanggung jawab koordinator K3:
·         Mengaudit manual K3 di bagiannya untuk memastikan manual tersebut selalu baru (up to date).
·         Memastikan  para pengawas melengkapi dokumentasi yang diperlukan untuk orientasi pegawai baru, komunikasi bahan berbahaya, dan pelatihan yang wajib diikuti pekerja.
·         Membantu penyelidikan kecelakaan serius.
·         Mengecek log pengendalian bahaya di unitnya.
·         Menelusuri tindakan pengendalian yang masih belum dikoreksi.
·         Membantu pengawas dalam hal administrasi program analisis bahaya pekerjaan.
·         Mengaudit ketaatan pekerja terhap prosedur K3.



3.    Pelatihan K3

Elemen pelatihan pada sistem ini biasanya diberikan oleh karyawan yang telah mendapatkan spesialis pelatihan sebagai instruktur.  Banyak pelatihan yang wajib diikuti oleh karyawan berdasarkan peraturan dan perundangan.  Berikut pelatihan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja:

·         Orientasi pegawai baru.
·         Pelatihan untuk pengawas.
·         Komunikasi bahan berbahaya.
·         Operator pengelolaan limbah berbahaya.
·         Perlindungan pendengaran.
·         Perlindungan pernapasan.
·         Confined space
·         Lockout/tagout (LOTO)
·         Emergency response
·         Crane operation
·         Scaffold erection and dismantling
·         Dsb


4.         Inspeksi K3


Inspeksi K3 dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan tingkat kompetensi yang cukup untuk mengenali bahaya di tempat kerja dan memberikan solusi yang cukup untuk tindakan perbaikan atau kontrol. Frekuensi dan ruang lingkup inspeksi tergantung dari jenis dan tingkat bahaya yang mungkin timbul dan kompleksitas dari operasi.


Inspeksi yang efektif harus mencakup tiga elemen penting: penugasan tanggung jawab, inspeksi yang menekankan pada inspeksi masalah internal, dan tindak lanjut tindakan perbaikan.


5.         Pengendalian Bahaya.


Bahaya potensial di tempat kerja harus dikenali dan dikendalikan dengan menetapkan prosedur dan menggunakan cara sebagai berikut:

·         Teknik enjinering jika memungkinkan dan mencukupi
·         Menetapkan prosedur bekerja secara aman untuk diikuti oleh semua pihak yang terkena, pelatihan, penegakan aturan, dan sistem  disiplin yang dikomunikasikan dengan baik.
·         Pengendalian administratif dengan cara mengurangi waktu pemajanan
·         Penggunaan Alat Pelindung Diri.

Bahaya di tempat kerja yang teridentifikasi harus dievaluasi potensial efeknya untuk menentukan prioritas pengendaliannya. Dalam penentuan prioritas digunakan sistem rating dari resiko.


6.         Analisis Bahaya Pekerjaan


Analisis bahaya pekerjaan sudah menjadi bagian dari program pencegahan kecelakaan. Analisis Bahaya Pekerjaan ini membantu pemahaman tentang bahaya yang mungkin ada di dalam suatu pekerjaan dan bagaimana mencegah agar tidak menyebabkan cedera dengan cara mengikuti langkah-langkah pencegahannya yang direkomendasikan.


Analisis ini terdiri dari pengamatan langkah-langkah pekerjaan, apa bahayanya, dan bagaimana tindakan kontrolnya. Apa bahayanya menyangkut apa-apa saja tindakan yang mungkin dilakukan secara tidak benar oleh pekerja sehingga menyebabkan kecelakaan. Sedangkan bagaimana tindakan kontrolnya berkenaan dengan apa-apa saja yang harus dilakukan oleh pekerja tersebut untuk mengendalikan bahaya.

7.        Pertemuan K3


Pertemuan K3 berfungsi untuk mendorong keterlibatan pekerja dalam penyusunan progrm dan penentuan kebijakan yang berpengaruh pada keselamatan dan kesehatan kerja mereka.  Pada pertemuan K3 kita  mendapatkan komitmen dari pekerja bagaimana mencapai tujuan program secara selamat.


Pertemuan K3 akan efektif bilamana topik yang dibicarakan menekankan pada pengendalian/kontrol praktek-praktek tidak aman yang beresiko tinggi, yang menyebabkan terjadinya cedera serius maupun kerusakan harta benda yang besar.


8.        Penyelidikan Kecelakaan


Penyelidikan kecelakaan adalah proses penentuan oleh seorang atau lebih banyak orang yang memenuhi kualifikasi terhadap fakta dan latar belakang informasi yang siginifikan berkaitan terjadinya suatu kecelakaan, berdasarkan pernyataan yang diambil dari orang-orang yang terlibat, saksi-saki, pengamatan lapangan, pengamatan terhadap kendaraan dan permesinan atau peralatan.


Program penyelidikan kecelakaan di dukung oleh prosedur tertulis mengenai Penyelidikan dan Pelaporan Kecelakaan.  Di dalam prosedur tersebut secara minimum mencakup elemen-elemen berikut:

Tujuan dan definisi

·         Semua kecelakaan atau insiden harus dilaporkan.
·         Jenis kecelakaan dan penyelidikannya.
·         Siapa yang harus diberitahu
·         Pelaporan kepada instansi pemerintah
·         Prosedur dan Acuan
o    Prioritas setelah terjadi kecelakaan, tindakan apa saja yang harus diambil
o    Pengumpulan informasi
o    Analisa fakta
o    Menentukan kontrol agar kejadian serupa tidak terulang
o    Pelaporan dan distribusi laporan

Demikianlah penjelasan tentang delapan element dari manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Semoga bermanfaat.