DELAPAN ELEMEN DASAR DARI MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Manjemen
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu upaya untuk meingkatkan
kesejahteraan para pekerja dengan cara mengendalikan bahaya (hazard) melalui
penerapan manajemen K3 di perusahaan maupun ditempat kerja lainnya. Menurut konsep
loss control management yang
dikemukakan oleh Frank E. Bird Jr pada tahun 1968-1976, bahwa penyebab utama
dari kecelakaan adalah adanya ketimpangan pada sistem manajemen dalam
pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Berikut ini delapan element sistem
manajemen kesehatan dan kelamatan kerja :
A.
Management Leadership and Organizational Commitment
Leadership atau kepemimpinan adalah sesuatu yang dimulai dari atas kebawah.
Pemimpin berbeda dengan manajer, manajer adalah kedudukan jabatan dalam suatu organisasi yang mengurus segala aspek manajerial. Tidak semua
manajer bisa menjadi pemimpin, namun pemimpin yang baik harus mampu melakukan
aspek manajerial.
Dalam aspek K3, semua
pihak disemua area organisasi memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, karena
kepemimpinan terkait dengan cara pandang dan sikap pemimpin terhadap segala
aspek yang menjadi tanggung jawabnya. Kepemimpinan sulit diukur dan ditetapkan
kriterianya, sehingga tidak ada persyaratan dalam SMK3. Tetapi bukan berarti hal tersebut
dapat diabaikan, karena SMK3 terkait langsung dengan pekerja.
Berikut akan dijelaskan
elemen-elemen dasar kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam SMK3:
- Komunikasi yang
jelas, transparan dan memiliki visi yang jauh kedepan.
SMK3 harus dikomunikasikan secara
jelas, sederhana dan terdapat pengembangan visi. Manajemen puncak bertanggung
jawab untuk mengembangkan visi dan memastikan pesan yang dibuat jelas dan
dimengerti oleh semua pihak. Disamping adanya kebijakkan K3, menajemen puncak dapat mengembangkan istilah-istilah
yang secara spesifik memeberikan arahan dan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai dengan tinkat personel di dalam perusahaan. Sebagai contoh,
"Safety adalah prioritas utama”.
Istilah ini sangat sederhana tetapi siapapun
yang membacanya akan dapat memahami dan mengingatnya disaat melakukan aktifitas
kerja.
- Rencana yang
ringkas, jelas untuk mencapai visi.
Top leader bertanggung jawab untuk
memastikan penyusunan manual sistem manajemen K3 yang terdiri dari penjelasan
singkat struktur dan program SMK3 yang telah dilakukan. Untuk setiap manajemen K3,
sebaiknya terdiri dari: 1. alur yang dapat dipahami 2. matriks tanggung jawab
yang jelas 3. indikator pengukuran kinerja (KPI). Manajemen puncak dapat
menunjuk siapa saja yang diberi tanggung jawab menerapkan program tersebut.
- Secara aktif dan mendukung setiap program
Dalam hal Ini mencakup setting standar kinerja bagi manajer dan
supervisor pada aktifitas seperti safety patrol, investigasi kecelakaan, diskusi kelompok K3 dan proyek-proyek khusus. Para
manajer dan supervisor secara aktif menyingkirkan berbagai hambatan,
mempromosikan pentingnya K3 disamping kualitas dan produktifitas, dan berpartisipasi dalam inspeksi, investigasi, dan
lain-lain.
Hampir seluruh perusahaan
yang menerapkan sistem keselamatan
menetapkan indikator keberhasilan adalah tidak terjadinya kecelakaan
atau kehilangan waktu kerja
(lost time) karena kecelakaan. Target
yang ditetapkan adalah “Zero Accident”
atau “Zero Lost Time Injury”. Apakah
target tersebut sesuatu yang keliru?. Tentu saja tidak, sudah sewajarnya kita
menargetkan tidak ada kecelakaan dan kehilangan waktu kerja karena kecelakaan.
Namun menjadikan tingkat kecelakaan sebagai satu-satunya tolok ukur kinerja
sistem keselamatan tidak akan bisa membangun sistem kesehatan yang
berkelanjutan. Semua bagian atau departemen diberikan target zero accident atau lost time
injury demi mendukung tercapainya target zero accident atau lost time
injury. Apa yang terjadi sebagai dampak
dari metode ini adalah manipulasi data laporan kecelakaan. Jika terjadi
kecelakaan seringkali tidak dilaporkan untuk tetap menjaga angka “Zero”, atau memaksa karyawan yang mendapat
kecelakaan untuk tetap masuk atau mengisi absensi untuk menjaga angka “Zero” yang menjadi target perusahaan.
Betapa banyak perusahaan yang mencapai target “Zero” tersebut namun jika dilihat kondisi lingkungan kerja dan perkerja
tidak mencerminkan adanya sistem kesehatan yang
baik.
Angka zero accident atau zero lost time injury adalah hasil akhir dari suatu proses
pengendalian bahaya
atau sumber bahaya sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk mempertahankan “Zero” secara berkelanjutan maka
paradigma yang selama ini fokus pada target “Zero” harus diubah menjadi paragdima baru yaitu fokus pada perilaku kesehatan pekerja yang
merupakan bagian dari proses pengendalian sumber kecelakaan atau penyebab
terjadinya kecelakaan. Tindakan tidak aman atau dikenal dengan unsafe act yang
merupakan bagian dari perilaku
pekerja merupakan peneyebab terbesar terjadinya kecelakaan. Menurut teori
Henrich 80% kecelakaan disebabkan oleh unsafe act dan 18% oleh unsafe condition dan 2% oleh hal lainnya. Teori ini mempertegas bahwa fokus pada perilaku kesehatan pekerja dalam mengendalikan tingkat kecelakaan adalah
sangat penting dalam mempertahankan “Zero”
secara berkelanjutan. Apa yang dimaksud dengan fokus pada perilaku kesehatan?.
Fokus pada perilaku keselamatan adalah mengukur tingkat perilaku aman dan tidak
aman dari setiap proses pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja didalam
perusahaan. Tolok ukur keberhasilan sistem keselamatan tidak hanya pada angka “Zero” akan tetapi yang jauh lebih
penting adalah seberapa besar perilaku tidak aman dari pekerja dapat diturunkan
dari waktu ke waktu hingga mencapai “Zero
Unsafe Act”. Jika “Zero Unsafe Act”
sudah dapat dicapai maka “Zero Accident
dan Zero Lost Time Injury” yang
sesungguhnya akan dapat dicapai dan dipertahankan secara berkelanjutan.
- Dapat
mempertanggungjawabkan semua pogram k3 kepada semua level
didalam perusahaan.
Hal ini memerlukan keterlibatan
aktif semua pihak dengan memberikan peluan yang luas bagi staff untuk
memberikan masukkan dan menerima tanggung jawab K3. Hal ini sangat penting dan
menunjukkan bahwa standar K3 dan aturannya diketahui, ditaati bersama-sama, dan
bila ada pelanggaran, diperkuat dengan tindakkan pendisiplinan.
- Menintegrasikan elemen K3 ke dalam fungsi initi pengelolaan bisnis.
K3 jangan dianggab sebagai tambahan
pekerjaan, atau menjadi sistem diluat aktifitas sehari-hari. K3 harus menjadi
bagian dari setiap pekerjaan. Organisasi yang berkomitmen kuat kepada K3
memiliki batas yang luas bagi SMK3 didalam organisasinya. Bentuk yang biasa
dilakukan adalah dengan mengintegrasikan SMK3 kedalam sistem manajemen lainnya
seperti ISO 9001 dan ISO 14001.
Definisi ”integrasi” didalam kamus
bahasa sering diartikan ”mengabungkan”. Dalam banyak kasus mengintegrasikan sistem manajemen standar adalah menggabungkan elemen-elemen dari berbagai sistem dan hasil
penggabungan tersebut dikatakan sebagai sistem terintegrasi. Berdasarkan
definisi dari British Standard Institute, bahwa perubahan gabungan menjadi terintegarsi adalah sebagai berikut:
·
Langkah 1 –
Pengabungan: Sistem manajemen yang terpisah digunakan secara bersama-sama dalam
satu organisasi.
·
Langkah 2 –
Dapat diintegrasikan: Elemen-elemen umum didalam sistem manajemen telah
diidentifikasi.
·
Langkah 3 –
Mengintegrasikan: Elemen-elemen umum yang telah diidentifikasi sedang
diintegrasikan.
·
Langkah 4 –
Terintegrasi: Ada satu sistem yang menggabungkan semua elemen-elemen umum.
Menurut Savic.S (2001),
menginterasikan sistem terdiri dari tiga fasa, yaitu; fasa pertama adalah
mengurai semua sistem manajemen yang akan diintegrasikan, fasa kedua menyatukan
elemen-elemen yang umum dan fasa ketiga adalah mengintegrasikan elemen-elemen
umum tersebut. Elemen-elemen dikatakan umum apabila memiliki:
·
Kepentingan
dan tujuan yang sama.
·
Proses
organisasi dan lingkungan yang sama.
·
Metoda dan
teknik, teori manajemen dan praktek yang sama.
·
Proses
manajemen konsep yang serupa.
·
Sumber daya
manajemen konsep yang serupa.
·
Konsep
pengukuran, analisa dan perbaikan yang sama.
·
Tanggung
jawab manajemen yang sama.
·
Konsep
bisnis, misi dan visi organisasi yang sama.
- Menintegrasikan elemen K3 ke dalam fungsi initi pengelolaan bisnis.
Memiliki SMK3 yang meliputi banyak
hal, terstruktur, dan adanya proses dalam meningkatkan kompetensi sumberdaya
manusianya merupakan sebuah pesan bahwa K3 menjadi prioritas didalam
organisasi. Pelatihan sebaiknya tidak dipandang sebagai pengganti tapi sebagai
tambahan untuk keterlibatan. Pemimpin dalam K3 mengambil setiap peluang dalam
memperkuat SMK3, dan menemukan dukungan, keterlibatan pekerja dan mengakui hal
tersebut sebagai prestasi positif mereka.
Adapun bentuk komitmen kepada K3
terdiri dadri :
Tujuan utama
penerapan
SMK3 adalah untuk
melindungi pekerja dari segala bentuk
kecelakaan
dan penyakit akibat
kerja.
Bagaimanapun pekerja adalah asset
perusahaan
yang paling penting. Dengan menerapkan
K3 angka
kecelakaan dapat dikurangi atau ditiadakan sama sekali, hal ini juga akan
menguntungkan bagi perusahaan, karena pekerja yang merasa aman dari ancaman
kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja akan bekerja lebih bersemangat dan produktif.
b.
Patuh Terhadap Peraturan dan Undang-Undang
Perusahaan-perusahaan
yang mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku pada umumnya
terlihat lebih sehat dan exist. Karena bagaimanapun peraturan atau
perundang-undangan yang dibuat bertujuan untuk kebaikan semua pihak. Dengan
mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku maka perusahaan akan
lebih tertib dan hal ini dapat meningkatkan citra baik perusahaan itu sendiri.
Berapa banyak perusahaan yang melakukan pembangkangan terhadap peraturan yang
berlaku mengalami kebangkrutan atau kerugian karena mengalami banyak
permasalahan baik dengan karyawan, pemerintah dan lingkungan setempat.
c. Meningkatkan Kepercayaan
dan Kepuasan Pelanggan
Penerapan
SMK3
secara baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Betapa banyak
pelanggan yang mensyaratkan para pemasok atau supplier mereka untuk menerapkan
SMK3 atau
OHSAS 18001. Karena penerapan SMK3 akan dapat
menjamin proses yang aman, tertib dan bersih sehingga bisa meningkatkan
kualitas dan mengurangi produk cacat. Para pekerja akan bekerja secara lebih
baik, karena mereka terlindungi dengan baik sehingga bisa lebih produktif.
Kecelakaan dapat dihindari sehingga bisa menjamin perusahaan beroperasi secara
penuh dan normal untuk menjamin kontinuitas supplai kepada pelanggan. Tidak
jarang pelanggan melakukan audit K3 kepada para pemasok mereka untuk memastikan
bahwa pekerja terlindungi dengan baik dan proses produksi dilakukan secara
aman. Tujuan mereka tidak lain adalah untuk memastikan bahwa mereka sedang
berbisnis dengan perusahaan yang bisa menjamin kontinuitas supplai bahan baku
mereka. Disamping itu dengan memiliki sertifikat SMK3 atau
OHSAS 18001
akan dapat meningkatkan citra perusahaan sehingga pelanggan semakin percaya
terhadap perusahaan tersebut.
Dengan menerapkan
SMK3 atau OHSAS 18001 maka sistem manajemen
keselamatan
akan tertata dengan baik dan efektif. Karena didalam SMK3 ataupun OHSAS 18001
dipersyaratkan adanya prosedur yang terdokumentasi, sehingga segala aktifitas
dan kegiatan yang dilakukan akan terorganisir, terarah, berada dalam koridor
yang teratur dan dilakukan secara konsisten. Rekaman-rekaman sebagai bukti
penerapan sistem disimpan untuk memudahkan pembuktian identifikasi akar masalah
ketidaksesuaian. Sehingga analysis atau identifikasi ketidaksesuaian tidak
berlarut-larut dan melebar menjadi tidak terarah, yang pada akhirnya memberikan
rekomendasi yang tidak tepat atau tidak menyelesaikan masalah. Dalam sistem ini
juga dipersyaratkan untuk dilakukan perencanaan, pengendalian, tinjau ulang,
umpan balik, perbaikan dan pencegahan. Semua itu merupakan bentuk sistem
manajemen yang efektif. Sistem ini juga meminta komitmen manajemen dan
partisipasi dari semua karyawan, sehingga totalitas keterlibatan line manajemen
dengan pekerja sangat dituntut dalam menjalankan semua
program
yang berkaitan dengan
K3. Keterlibatan secara
totalitas ini akan memberikan lebih banyak peluang untuk melakukan peningkatan
atau perbaikkan yang lebih efektif bagi perusahaan.
- Fokus
pada perbaikkan berkelanjutan (continous improvement) dari sistem
manajemen K3.
Mengelola SMK3 adalah sama dengan
mengelola produktivitas, kualitas atau area-area lain dalam organisasi.
Peningkatan dan perbaikkan sistem dapat dijadikan sebagai bagian dari aktifitas
sehari-hari.
B.
Hazard Identification and Assessment
Pengertian
(definisi) bahaya (hazard)
ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan
cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) - definisi berdasarkan OHSAS
18001:2007.
Secara umum terdapat 5 (lima) faktor
bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya
biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya
biomekanik serta faktor bahaya sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan
daftar singkat bahaya dari faktor-faktor bahaya di atas :
Faktor Bahaya Biologi
|
- Jamur.
- Virus.
- Bakteri.
- Tanaman.
- Binatang.
|
Faktor Bahaya Kimia
|
- Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap
Berbahaya
- Beracun.
- Reaktif.
- Radioaktif.
- Mudah
Meledak.
- Mudah
Terbakar/Menyala.
- Iritan.
- Korosif.
|
Faktor Bahaya Fisik/Mekanik
|
- Ketinggian.
- Konstruksi
(Infrastruktur).
- Mesin/Alat/Kendaraan/Alat
Berat.
- Ruangan
Terbatas (Terkurung).
- Tekanan.
- Kebisingan.
- Suhu.
- Cahaya.
- Listrik.
- Getaran.
- Radiasi.
|
Faktor Bahaya Biomekanik
|
- Gerakan
Berulang.
- Postur/Posisi
Kerja.
- Pengangkutan
Manual.
- Desain
tempat kerja/alat/mesin.
|
Faktor Bahaya Sosial-Psikologis
|
- Stress.
- Kekerasan.
- Pelecehan.
- Pengucilan.
- Intimidasi.
- Emosi
Negatif.
|
.
C.
Hazard Control.
Ada
beberapa metoda yang dapat dilakukan dalam mengendalikan
bahaya di
tempat
kerja
untuk menurunkan tingkat
kecelakaan akibat kerja, yaitu:
- Engineering control,
yaitu dengan menambahkan berbagai peralatan dan mesin yang dapat
mengurangi bahaya dari sumbernya. Contohnya adalah penggunaan exhaust dan
system ventilasi untuk meminimalisir bahaya debu atau gas. Akan tetapi
pengendalian dengan system engineering control membutuhkan dana yang
besar.
- Administrative control, yaitu dengan membuat berbagai
prosedur kerja termasuk kebijakan manajemen dalam implementasi K3. Tujuannya adalah
agar pekerja
bekerja sesuai dengan instruksi yang sudah ditetapkan sehinggan kecelakaan
atau kesalahan kerja dapat dihindari. Termasuk didalam adminstarsi control
yaitu dengan menyediakan alat
pelindung diri (APD)
atau personnel pertective equipment (PPE)
bagi setiap pekerja yang terpajan dengan bahaya di tempat kerja.
- Metoda
lain yang dapat digunakan untuk pengendalian bahaya adalah Inherently
Safer Alternative Method, dimana metoda ini memiliki empat strategi
pengendalian bahaya, yaitu:
- Minimize; yaitu
dengan cara meminimalkan tingkat bahaya dari sumbernya dengan cara
mengurangi jumlah pemakaian atau volume penyimpanan dan proses.
- Substitue; yaitu
dengan cara mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang berbahaya.
Contohnya hádala menggunakan metoda water base sebagai pengganti
solven base. Water base lebih aman dan ramah lingkungan
dibandingkan solven base.
- Moderate;
Mengurangi bahaya dengan cara menurunkan konsentrasi bahan
kimia yang digunakan. Contohnya adalah menggunakan bahan kimia
dengan konsentrasi yang lebih rendah sehingga tingkat bahaya pajanannya
menjadi lebih rendah.
- Simplify; Mengurangi
bahaya dengan cara membuat prosesnya menjadi lebih sederhana sehingga
lebih mudah di control.
Semua
metoda pengendalian tersebut dapat dilakukan secara bersamaan, karena tidak ada
satu metodapun yang betul-betul bisa menurunkan bahaya dan resiko sampai pada
posisi nol, artinya para pekerja masih besar kemungkinanya terpajan terhadap
bahaya ditempat kerja. Untuk itu sebagai pertahanan dan
perlindungan
terakhir bagi pekerja adalah dengan menggunakan APD.
Berdasarkan
Undang-Undang RI No. 1 tahun 1970 bahwa pengurus atau pimpinan tempat kerja
berkewajiban menyediakan alat pelindung diri (APD/PPE) untuk para pekerja dan
para pekerja berkewajiban memakai APD/PPE dengan tepat dan benar. Tujuan dari
penerapan Undang- Undang ini adalah untuk melindungi
kesehatan
pekerja tersebut dari
risiko
bahaya di tempat kerja. Jenis APD/PPE yang diperlukan dalam berbagai aktifitas
kerja di industri sangat tergantung pada aktifitas yang dilakukan dan jenis
bahaya yang terpapar.
Kesadaran
para pekerja akan penggunaan
alat pelindung diri
(APD) dalam bekerja ternyata masih sangat rendah. Berdasarkan temuan
dari survei yang penulis lakukan sejak tahun 2004 sampai saat ini
banyak sekali ditemukan kesalahan dan kekurangan
dalam menggunakan APD di berbagai
perusahaan
baik lokal maupun yang berskala international (lihat grafik). Ada dua faktor
utama yang melatar belakangi masalah ini yaitu rendahnya tanggung jawab
management terhadap
keselamatan
dan kesehatan pekerja dan rendahnya tingkat kesadaran para pekerja dalam
menggunakan APD.
Alat
Pelinding Diri (APD)
Definisi
APD dalam
HSE
regulasi adalah semua peralatan yang melindungi pekerja selama bekerja termasuk
pakaian yang harus di pakai pada saat bekerja, pelindung kepala (helmet),
sarung tangan (gloves), pelindung mata (eye protection), pakaian yang bersifat
reflektive, sepatu, pelindung pendegaran (
hearing protection)
dan pelindung pernapasan (
masker).
[HSE, 1992]
Penggunaan
APD di tempat kerja di sesuaikan dengan pajanan bahaya yang di hadapi di area
kerja. Berikut adalah jenis bahaya dan APD yang diperlukan:
Tabel . Jenis bahaya dan APD
yang diperlukan
No
|
Tubuh Yang Dilindungi
|
Bahaya
|
APD
|
1
|
Mata
|
Percikan bahan kimia,
debu, proyektil, gas, uap, radiasi
|
safety spectacles,
goggles, faceshields, visors.
|
2
|
Kepala
|
Kejatuhan benda,
benturan, rambut tertarik mesin
|
Helmet
|
3
|
Sistem pernapasan
|
Debu, gas, uap, fume,
kekurangan oksigen
|
|
4
|
Melindungi badan
|
Panas berlebihan,
tumpahan atau percikan bahan kimia
|
Cover all, pakaian
anti panas/api
|
5
|
Tangan
|
Panas, terpotong,
bahan kimia, sengatan listrik
|
Sarung tangan
|
6
|
Kaki
|
Tumpahan bahan kimia,
tertimpa benda, sengatan listrik
|
Sepatu safety
|
D.
Work Site Inspections ( pemantauan )
Perusahaan membangun metode
sistematis untuk pengukuran dan pemantauan kinerja K3 secara teratur sebagai
satu kesatuan bagian dari keseluruhan sistem manajemen Perusahaan. Pemantauan
melibatkan pengumpulan informasi-informasi berkaitan dengan bahaya K3, berbagai
macam pengukuran dan penelitian berkaitan dengan resiko K3, jam lembur tenaga
kerja serta penggunaan peralatan/mesin/perlengkapan/bahan/material beserta
cara-cara penggunaannya di tempat kerja.
Pengukuran kinerja K3 dapat berupa
pengukuran kualitatif maupun pengukuran kuantitatif kinerja K3 di tempat kerja.
Pengukuran
dan Pemantauan bertujuan antara lain untuk :
- Melacak
perkembangan dari pertemuan-pertemuan K3, pemenuhan Tujuan K3 dan
peningkatan berkelanjutan.
- Memantau
pemenuhan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya berkaitan
dengan penerapan K3 di tempat kerja.
- Memantau
kejadian-kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
- Menyediakan
data untuk evaluasi keefektivan pengendalian operasi K3 atau untuk mengevaluasi
perlunya modifikasi pengendalian ataupun pengenalan pilihan pengendalian
baru.
- Menyediakan
data untuk mengukur kinerja K3 Perusahaan baik secara proaktif maupun
secara reaktif.
- Menyediakan
data untuk mengevaluasi penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan kerja Perusahaan.
- Menyediakan
data untuk menilai kompetensi personil K3.
Hasil dari pemantauan dan pengukuran
kinerja K3 dianalisa dan digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keberhasilan
kinerja K3 ataupun kebutuhan perlunya tindakan perbaikan ataupun
tindakan-tindakan peningkatan kinerja K3 lainnya.
Pengukuran kinerja K3 menggunakan
metode pengukuran proaktif dan metode pengukuran reaktif di tempat kerja.
Prioritas pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif dengan
tujuan untuk mendorong peningkatan kinerja K3 dan mengurangi kejadian
kecelakaan kerja di tempat kerja.
Termasuk
dalam pengukuran proaktif kinerja K3 antara lain :
- Penilaian
kesesuaian dengan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan
dengan penerapan K3 di tempat kerja.
- Keefektivan
hasil inspeksi dan pemantauan kondisi bahaya di tempat kerja.
- Penilaian
keefektivan pelatihan K3.
- Pemantauan
Budaya K3 seluruh personil di bawah kendali Perusahaan.
- Survey
tingkat kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
- Keefektivan
hasil audit internal dan audit eksternal Sistem Manajemen K3.
- Jadwal
penyelesaian rekomendasi-rekomendasi penerapan K3 di tempat kerja.
- Penerapan
program-program K3.
- Tingkat
keefektivan partisipasi tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat
kerja.
- Pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.
- Penilaian
aktivitas kerja yang berkaitan dengan resiko k3 Perusahaan.
Termasuk
dalam pengukuran reaktif kinerja K3 antara lain :
- Pemantauan
kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
- Tingkat
keseringan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
- Tingkat
hilangnya jam kerja akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
(PAK).
- Tuntutan
tindakan pemenuhan dari pemerintah.
- Tuntutan
tindakan pemenuhan dari pihak ke tiga yang berhubungan dengan Perusahaan.
Perusahaan menyediakan
peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan pemantauan dan
pengukuran kinerja K3 seperti alat pengukur tingkat kebisingan, pencahayaan,
gas beracun dan alat-alat lainnya sesuai dengan aktivitas operasi perusahaan yang
berkaitan dengan K3.
Perusahaan juga menggunakan komputer
dan program-program komputer sebagai alat untuk menganalisa hasil pemantauan
dan pengukuran kinerja K3 di tempat kerja.
Keseluruhan alat-alat yang digunakan
dalam pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dikalibrasi secara berkala dan
disesuaikan pengaturan nilai besaran satuannya sesuai dengan standar nilai
besaran satuan yang berlaku baik Internasional maupun secara lokal.
Perusahaan tidak menggunakan
alat-alat yang tidak dikalibrasi dengan tepat ataupun yang sudah mengalami
kerusakan untuk melaksanakan pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di tempat kerja.
Kalibrasi dan perawatan alat ukur
pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dilaksanakan oleh personil ahli terhadap
pelaksanaan kalibrasi dan perawatan alat-alat ukur yang digunakan.
E.
Worker Competency and Training (
competensi/training/pelatihan)
Dalam sistem manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER.05/MEN/1996 pada lampiran I poin 3.1.5
tentang pelatihan (training) disebutkan bahwa penerapan dan pengembangan sistem
manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari
setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam
menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001 section
4.4.2 mensyaratkan bahwa setiap pekerja harus memiliki kompetensi untuk melakukan tugas-tugas
yang berdampak pada K3. Kompetensi harus ditetapkan dalam hal pendidikan yang
sesuai, pelatihan dan / atau pengalaman.
Training K3 merupakan program yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dari berbagai studi yang dilakukan terhadap
prilaku tidak aman dari pekerja diperoleh beberapa alasan (National Safety Council, 1985):
- Pekerja
tidak memperoleh intruksi kerja secara spesifik dan detil.
- Kesalahpahaman
terhadap intruksi kerja.
- Tidak
mengetahui instruksi kerja.
- Menganggap
instruksi kerja tersebut tidak penting atau tidak perlu.
- Mengabaikan
instruksi kerja.
Untuk mencegah hal tersebut diatas
terjadi maka sangat diperlukan training bagi pekerja untuk memahami
setiap instruksi kerja secara baik dan akibat yang dapat terjadi jika tidak
melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ismail.A (2010) menunjukkan bahwa training dapat meningkatkan kompetensi dan
pengetahuan pekerja. Kemudian pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat
mengurangi kesalahan pencampuran dan parameter proses yang disebabkan oleh
faktor pekerja, dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya bahaya reaktifitas kimia. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dingsdag (2008) yang menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan budaya dan prilaku K3 untuk mengurangi kecelakaan kerja maka diperlukan training K3 untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman K3 pada
seluruh line management dan pekerja.
Setiap pekerja baru harus
mendapatkan training yang cukup sebelum melaksanakan tugas sesuai tanggung
jawab yang diberikan. Training yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan
dari area kerja masing-masing pekerja. Untuk memastikan bahwa pekerja baru
sudah menguasai tugas dan tanggung jawab yang diberikan maka diperlukan tolok
ukur sebagai umpan balik dari training yang diberikan. Training tidak hanya
diberikan pada pekerja baru, akan tetapi pekerja lamapun harus diberikan
training penyegaran. Pihak manajemen perusahaan harus membuat program training
tahunan yang meliputi topik-topik baru maupun topik-topik lama sebagai
penyegaran (re-fresh training).
Training yang diberikan harus
meliputi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) untuk meningkat
kompetensi pokok (core competency) dan kompetensi K3 (safety
competency). Kompetensi pokok adalah kompetensi minimum yang harus dimiliki
pekerja untuk menjalankan tugas pokok yang dibebankan, misalnya operator
produksi harus memahami dan mampu menjalankan mesin produksi, laboran harus
mampu melakukan analisa dasar bahan kimia dan seterusnya. Namun kompetensi pokok saja tidak
cukup untuk melakukan pekerjaan secara aman, maka diperlukan kompetensi K3.
Pada umumnya training kompetensi pokok tidak dilengkapi dengan kompetensi K3
atau tidak mengandung aspek-sapek K3 (Dingsdag, 2008).
Secara garis besar training K3 yang
diperlukan adalah sebagai berikut (National Safety Council, 1985):
- Training
untuk karyawan baru, misalnya: peraturan umum perusahaan, profil
perusahaan, peraturan K3 secara umum, kebijakan K3, program pencegahan
kecelakaan, intruksi kerja yang dibutuhkan, bahaya ditempat kerja, alat pelindung diri, dst.
- Job Safety Analysis (JSA); pemahaman terhadap JSA dan proses JSA.
- Job
instruction training (JIT); training yang secara spesifik menjelaskan
prosedur kerja standar di area kerja masing-masing, misalnya; prosedur
kalibrasi, prosedur pembuatan produk, prosedur pembersihan tangki, dst.
- Other
method instruction; training untuk trainer, bagaimana
mempersiapkan dan melakukan training secara baik.
Sebagai salah satu contoh
topik-topik training untuk peningkatan kompetensi pekerja dalam upaya
mengurangi poetnsi risiko bahaya kimia adalah seperti terdapat didalam tabel berikut:
No
|
Topik Training
|
Kompetensi
|
Bagian
|
Jabatan
|
Keterangan
|
1
|
Prosedur
kerja standar dan instruksi kerja
|
Pokok
|
Semua
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan
disesuaikan dengan departemen masing-masing (SOP/WI)
|
2
|
Sistem
Manajemen K3
|
Pokok/K3
|
Semua
|
Spv s/d manager
|
|
3
|
Respon
keadaan darurat
|
Pokok/K3
|
Semua
|
Semua
|
Pemahaman
dan praktek (SOP)
|
4
|
|
Pokok/K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan
disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (NFPA, NIOSH)
|
5
|
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan
disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (GHS,NFPA, UN)
|
6
|
Tata Cara
Penyimpanan Bahan Kimia di Gudang
|
Pokok/K3
|
Gudang
|
Operator s/d Manager
|
Operator –
UmumSpv& Mgr – Detil
(CCPS, NFPA)
|
7
|
Penanganan
Tumpahan Bahan Kimia
|
K3
|
Prod, Gudang dan Lab
|
Operator s/d Manager
|
Operator –
praktekSpv&Mgr – + pengetahuan (NFPA, CCPS)
|
8
|
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Operator –
Bersifat umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS)
|
9
|
Penanganan
BRK
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Operator –
Bersifat umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS)
|
10
|
Managemen
BRK
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Spv s/d Manager
|
Pemahaman
(CCPS)
|
11
|
Indentifikasi
dan analisis BRK
|
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Spv s/d Manager
|
Pemahaman
dan praktek (CCPS)
|
12
|
Analysis
Tools untuk BRK
|
K3
|
Lab
|
Spv
|
Pemahaman
dan praktek (CCPS, CRW 2)
|
Topik dan isi training harus
disesuaikan dengan kebutuhan area kerja atau tanggung jawab dan tingkatan atau
jabatan pekerja, karena umumnya tingkatan atau jabatan menunjukkan tingkat
pendidikan pekerja. Sebagai contoh, operator bagian produksi memerlukan
training keahlian dalam mengoperasikan mesin produksi, sementara teknisi dari
bagian enjinering memerlukan training keahlian dalam perawatan dan perbaikan
mesin produksi. Supervisor produksi lebih memerlukan training pengetahuan
proses produksi dari pada keahlian dalam mengoperasikan mesin produksi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh
Ismail.A (2010) dapat disimpulkan bahwa untuk mengurangi kesalahan pekerja yang
berdampak pada bahaya kimia, maka diperlukan core competency dan safety
competency yang baik. Tabel diatas merupakan topik training yang
direkomendasikan untuk meningkatkan core dan safety competency
pekerja sehingga dapat mengurangi risiko bahaya kimia dan bahaya reaktifitas kimia (BRK) ditempat kerja.
F.
Incident Reporting and Investigation
Insiden,
kecelakaan kerja dan nearmiss merupakan tolak ukur utama dalam mengukur tingkat
kinerja K3 secara umum. Semua kejadian yang berkaitan dengan ketiga hal di atas
perlu dicatat dan diselidiki/investigasi guna menentukan langkah-langkah
perbaikan untuk meningkatkan kinerja K3 di tempat kerja.
Form digunakan sebagai alat untuk
mencatat kejadian beserta kronologi kejadian insiden, kecelakaan kerja maupun nearmiss baik itu
terhadap tempat, waktu, pekerjaan, alat/mesin, bahan, serta hal-hal terkait
insiden/kecelakaan kerja. Form laporan kecelakaan kerja/insiden kerja juga
digunakan untuk mencatat kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat insiden,
kecelakaan kerja ataupun nearmiss.
Form juga diperlukan untuk mencatat
korban-koban insiden, kecelakaan kerja ataupun nearmiss beserta tindakan
penanganannya serta keparahan yang diderita akibat insiden/kecelakaan kerja
serta banyaknya hari hilang akibat insiden kerja/kecelakaan kerja tersebut. Selanjutnya
form laporan insiden/kecelakaan kerja digunakan untuk mencatat seluruh hasil
penyelidikan (investigasi) berkaitan dengan sebab-sebab kecelakaan kerja/insiden kerja baik penyebab
langsung, penyebab tidak langsung maupun penyebab dasarnya.
Catatan paling akhir dari laporan
insiden/kecelakaan kerja ialah mencatat hasil-hasil tindakan perbaikan dan
pencegahan yang direncanakan berdasarkan hasil investigasi insiden/kecelakaan
kerja berikut dengan jadwal pelaksanaan, wewenang pelaksanaan serta
perkembangan pelaksanaannya.
Form laporan insiden/kecelakaan
kerja divalidasi oleh saksi-saksi, korban, petugas/pengawas K3, manajer/kepala
area kerja bersangkutan serta manajemen atas.
Bagian paling akhir dari laporan
insiden/kecelakaan kerja dapat diisi gambar-gambar (foto) dokumentasi
kecelakaan kerja serta catatan-catatan penting lainnya yang
diperlukan/dibutuhkan dalam laporan kejadian. Selanjutnya laporan tersebut
dimasukkan dalam laporan statistik kecelakaan/insiden
kerja untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang berkaitan/berhubungan dengan laju
kinerja K3 di tempat kerja.
Contoh Form
Laporan Kecelakaan/Insiden Kerja
G. Emergency
Response Planning
Rencana tanggap darurat
bertujuan untuk memastikan rencana tanggap darurat tersedia dan diimplementasikan
jika ada keadaan darurat seperti kebakaran dan ledakan, penyakit dan cedera
atau kematian, kerusakan property selama kegiatan operasional atau proyek di
perusahaan.
Type of Emergency / Jenis Darurat
1. Moderate / Sedang : Dalam kasus
kecelakaan orang di tempat kerja, First
Aider yang terlatih (Manajer, pengawas, petugas Safert dan First
Aider) melakukan pertolongan di lokasi dan mengevakuasi cedera ke klinik dan
setelah pengobatan, kembali untuk bekerja.
2. Serious / Serius : Dalam kasus
kecelakaan serius, pengawas, petugas safety dan First Aider bertanggung jawab
untuk mengevakuasi cedera ke klinik yang tersedia di perusahaan / Yard segera
atau hubungi klinik dan meminta dokter atau paramedis yang bertugas untuk
datang pada lokasi kejadian . Team leader / Manajer yang bertanggung jawab,
Manajer HSE dan Dokter harus memutuskan apakah cedera harus dievakuasi ke rumah
sakit.
3. Fatality : Jangan menyentuh atau
merubah apa-apa sampai polisi tiba di lokasi kecelakaan. Evakuasi tubuh segera
setelah izin dari polisi ke rumah sakit dicalonkan oleh perahu khusus
Ancaman
bahaya yang memungkinkan mendatangkan kerusakan besar seperti kebakaran gempa,
tsunami, badai, banjir, bahkan demo yang semakin membudaya dilingkungan
masyarakat kita. Untuk mengantisipasi kejadian tersebut, perusahaan harus
membentuk organisasi tersendiri dalam menghadapi keadaan darurat, apapun
bentuknya. Tanpa persiapan yang baik dalam menghadapi keadaan darurat,
kepanikan akan terjadi dan kemungkinan kerugian yang lebih besar akan dialami
oleh perusahaan. Kesadaran perusahaan tentang kemungkinan adanya bencana yang
tidak diharapkan, akan meningkatkan kewaspadaan Perusahaan.
Sasaran
Training Emergency Response Plan:
- Memahami
konsep Perencanaan Tanggap Darurat (ERP) secara efektif sehingga
pengendalian bisa dilakukan secara cepat dan tepat
- Mencegah
kesimpang siuran dalam menghadapi keadaan emergency (tidak gugup atau
panik).
- Mencegah
terjadinya korban jiwa, kerusakan harta benda dan lingkungannya.
- Mampu
mengembangkan sistem dan program ERP.
Siapa Yang Harus Hadir
Training Emergency Response Plan:
Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Semua Anggota P2K3, Semua jajaran Manajer dan Supervisor Perusahaan
mulai dari Bagian Produksi, Pemeliharaan, Engineering, Analis, Personalia,
Pelatihan dan Pengembangan sampai dengan Sekuriti, Semua karyawan yang terkait
dan diharapkan dapat membantu melakukan analisa kecelakaan didaerah kerjanya
masing-masing.
Fasilitator Training
Emergency Response Plan:
Trainer-trainer HSP Academy yang memiliki pengalaman
akademis dan K3 diberbagai industry.
Outline Training Emergency
Response Plan:
- Konsep
Perencanaan Tanggap Darurat (ERP)
·
Emergency
Response Introduction
·
Disaster
Management Element Standard
·
Development
of Disaster Management System.
·
Emergency
Response Programs
·
Evacuation
Process
·
Emergency
Response Organization
- Manajemen
tanggap siaga untuk keadaan darurat di kegiatan usaha pertambangan
Berdasarkan Standard Nasional Indonesia.
·
Ketanggap
Siagaan Keadaan Darurat
Tugas dan Tanggung Jawab
1. Perencanaan Tanggap Darurat
Kebakaran
·
Pengantar
Sistem Manajemen Pengawasan Kebakaran
·
Struktur
Organisasi Tugas & Fungsi Peran Kebakaran
·
Pembuatan
Skenario & Gladi Evakuasi
2.
Prosedur
First Aid.
Jadual Training Emergency Response Plan:
3.
Open
Schedule 2 hari training (minimal peserta 4 orang)
4.
Tempat Training Emergency Response Plan:
5.
Fasilitas Training Emergency Response Plan:
·
Hand out
untuk peserta
·
Soft copy
materi training (1 CD)
·
Sertifikat
Training
·
Coffe break
and lunch
H.
Program Administration
International Loss
Control Institute (ILCI) telah mengidentifikasi 20 elemen program yang
dipertimbangkan termasuk esensial untuk suksesnya upaya pengendalian kerugian (loss).
Elemen program tersebut adalah:
1.
Kepimimpinan
dan Administrasi
2.
Manajemen
pelatihan
3.
Inspeksi
yang terencana
4.
Analisis
tugas dan prosedur
5.
Penyelidikan
kecelakaan
6.
Observasi
Pekerjaan
7.
Kesiapan
keadaan darurat
8.
Aturan
organisasi
9.
Analisis
kecelakaan
10.
Pelatihan
karyawan
11.
Alat
Pelindung Diri
12.
Jasa
dan kontrol kesehatan
13.
Sistem
evaluasi program
14.
Kontrol
enjinering/rekayasa
15.
Komunikasi
personal
16.
Pertemuan
kelompok
17.
Promosi
umum
18.
Pekerja
baru dan penempatan
19.
Kontrol
pembelian
20.
K3
di luar kerja
Ahli lain meringkas menjadi 8 buah program, yaitu
sebagai berikut:
A. Elemen Administratif (Administratif Elements)
1.
Manual
(prosedur dan acuan)
2.
Komite
dan koordinator
3.
Pelatihan,
minat, dan motivasi
B. Elemen Aksi (Action Elements)
1.
Inspeksi
2.
Pengendalian
Bahaya
3.
Analisis
bahaya pekerjaan
4.
Pertemuan
K3
5.
Penyelidikan
kecelakaan.
Kedelapan elemen tersebut akan diuraikan secara
ringkas, sebagai berikut:
1. Manual K3 (Prosedur dan Acuan)
Sebuah
manual K3 merupakan dasar dari efektifitas system manajemen K3. Tanpa prosedur
dan acuan dasar, upaya pengendalian kerugian akan tidak terkoordinasi dan
berjalan serampangan. Segala masalah yang timbul akan ditangani bilamana
muncul, daripada penanganan yang berorientasi secara sistematik.
Terdapat
banyak macam cara yang berbeda bagaimana menyusun sebuah manual, tergantung
kebutuhan. Kriteria yang penting dari sebuah manual adalah:
·
Mudah
digunakan (user friendly), yaitu terdapat tatanan isi yang logis untuk
memudahkan pencarian prosedur.
·
Sistem
indeks dan penomoran yang memudahkan proses pengisian arsip yang baru maupun
yang direvisi.
·
Sistem
indeks dan penomoran harus dapat diperluas mencakup sistem klasifikasi yang
besar sehingga prosedur baru di kemudian hari dapat masuk dengan mudah ke dalam
sistem.
·
Sistem
indeks dan penomoran memiliki referensi arsip sehingga tambahan bahan dapat
disimpan dan ditempatkan secara mudah.
2.
Komite
dan Koordinator K3
a.
Komite K3
Jumlah
komite K3 tergantung dari organisasi dan manajemen strukturnya. “Top-Down”
otokratis organisasi akan memiliki sedikit komite. Sedangkan lainnya
mungkin partisipatif dan konsensus dengan memiliki variasi tanggung jawab.
Apa manfaat dari
komite K3?
Tujuan
umum dari program K3 yang sistematis adalah mencegah kecelakaan. Untuk mencapai
tujuan ini, sistem harus terarah pada target mencari dan mengendalikan bahaya.
Manfaat penting dari komite dalam menemukan dan mengendalikan bahaya adalah.
Pengalaman
dan keahlian dapat terpadu. Keterpaduan ini bersama-sama dalam suatu urun
rembug masalah akan menghasilkan pengembangan yang inovatif dan pemecahan
masalah yang praktis.
1. Kesempatan
bagi sejumlah orang untuk bekerja sama dalam suatu pertemuan dan menghasilkan
komunikasi yang lebih baik.
2.
Rekomendasi
dari komite, terutama masalah yang kontraversi, akan dapat diterima lebih positif
oleh anggota lainnya di organisasi.
Secara garis
besar komite dikategorikan sebagai berikut:
·
Komite
K3 eksekutif
·
Komite
Program K3 – pelatihan, rekognisi, dan pengendalian bahaya.
·
Komite
K3 Departemen
·
Komite
K3 Teknis – seperti untuk urusan pelistrikan, APD, Alat angkat Crane dsb.
b. Koordinator K3
Program
koordinator K3 didisain untuk menyediakan dukungan dan bantuan kepada manajemen
departemen. Posisi ini biasanya tugas paruh-waktu. Tugas seorang koordinator K3
adalah membantu manajer departemen untuk urusan administratif beberapa
program, termasuk menentukan titik-titik lemah dari program dan membuat
rekomendasi untuk penyempurnaannya.
Petugas
professional K3 harus bertemu secara rutin dengan semua koordinator untuk
memberikan arahan dan pelatihan yang diperlukan. Koordinator K3 tidak mengambil
alih fungsi pengawas lini depan dalam hal K3. Fungsi utama dari koordinator K3
ini adalah membantu manajer unit dalam hal administrasi program K3.
Beberapa
contoh tugas dan tanggung jawab koordinator K3:
·
Mengaudit
manual K3 di bagiannya untuk memastikan manual tersebut selalu baru (up to
date).
·
Memastikan
para pengawas melengkapi dokumentasi yang diperlukan untuk orientasi pegawai
baru, komunikasi bahan berbahaya, dan pelatihan yang wajib diikuti pekerja.
·
Membantu
penyelidikan kecelakaan serius.
·
Mengecek
log pengendalian bahaya di unitnya.
·
Menelusuri
tindakan pengendalian yang masih belum dikoreksi.
·
Membantu
pengawas dalam hal administrasi program analisis bahaya pekerjaan.
·
Mengaudit
ketaatan pekerja terhap prosedur K3.
3.
Pelatihan K3
Elemen
pelatihan pada sistem ini biasanya diberikan oleh karyawan yang telah
mendapatkan spesialis pelatihan sebagai instruktur. Banyak pelatihan yang
wajib diikuti oleh karyawan berdasarkan peraturan dan perundangan.
Berikut pelatihan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja:
·
Orientasi
pegawai baru.
·
Pelatihan
untuk pengawas.
·
Komunikasi
bahan berbahaya.
·
Operator
pengelolaan limbah berbahaya.
·
Perlindungan
pendengaran.
·
Perlindungan
pernapasan.
·
Confined
space
·
Lockout/tagout
(LOTO)
·
Emergency
response
·
Crane
operation
·
Scaffold
erection and dismantling
·
Dsb
4.
Inspeksi K3
Inspeksi
K3 dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan tingkat kompetensi
yang cukup untuk mengenali bahaya di tempat kerja dan memberikan solusi yang
cukup untuk tindakan perbaikan atau kontrol. Frekuensi dan ruang lingkup
inspeksi tergantung dari jenis dan tingkat bahaya yang mungkin timbul dan
kompleksitas dari operasi.
Inspeksi
yang efektif harus mencakup tiga elemen penting: penugasan tanggung jawab,
inspeksi yang menekankan pada inspeksi masalah internal, dan tindak lanjut
tindakan perbaikan.
5.
Pengendalian Bahaya.
Bahaya
potensial di tempat kerja harus dikenali dan dikendalikan dengan menetapkan
prosedur dan menggunakan cara sebagai berikut:
·
Teknik
enjinering jika memungkinkan dan mencukupi
·
Menetapkan
prosedur bekerja secara aman untuk diikuti oleh semua pihak yang terkena,
pelatihan, penegakan aturan, dan sistem disiplin yang dikomunikasikan
dengan baik.
·
Pengendalian
administratif dengan cara mengurangi waktu pemajanan
·
Penggunaan
Alat Pelindung Diri.
Bahaya di
tempat kerja yang teridentifikasi harus dievaluasi potensial efeknya untuk
menentukan prioritas pengendaliannya. Dalam penentuan prioritas digunakan
sistem rating dari resiko.
6.
Analisis Bahaya Pekerjaan
Analisis
bahaya pekerjaan sudah menjadi bagian dari program pencegahan kecelakaan.
Analisis Bahaya Pekerjaan ini membantu pemahaman tentang bahaya yang mungkin
ada di dalam suatu pekerjaan dan bagaimana mencegah agar tidak menyebabkan
cedera dengan cara mengikuti langkah-langkah pencegahannya yang
direkomendasikan.
Analisis
ini terdiri dari pengamatan langkah-langkah pekerjaan, apa bahayanya, dan
bagaimana tindakan kontrolnya. Apa bahayanya menyangkut apa-apa saja tindakan
yang mungkin dilakukan secara tidak benar oleh pekerja sehingga menyebabkan
kecelakaan. Sedangkan bagaimana tindakan kontrolnya berkenaan dengan apa-apa
saja yang harus dilakukan oleh pekerja tersebut untuk mengendalikan bahaya.
7.
Pertemuan K3
Pertemuan
K3 berfungsi untuk mendorong keterlibatan pekerja dalam penyusunan progrm dan
penentuan kebijakan yang berpengaruh pada keselamatan dan kesehatan kerja
mereka. Pada pertemuan K3 kita mendapatkan komitmen dari pekerja
bagaimana mencapai tujuan program secara selamat.
Pertemuan
K3 akan efektif bilamana topik yang dibicarakan menekankan pada
pengendalian/kontrol praktek-praktek tidak aman yang beresiko tinggi, yang
menyebabkan terjadinya cedera serius maupun kerusakan harta benda yang besar.
8.
Penyelidikan Kecelakaan
Penyelidikan
kecelakaan adalah proses penentuan oleh seorang atau lebih banyak orang yang
memenuhi kualifikasi terhadap fakta dan latar belakang informasi yang
siginifikan berkaitan terjadinya suatu kecelakaan, berdasarkan pernyataan yang
diambil dari orang-orang yang terlibat, saksi-saki, pengamatan lapangan,
pengamatan terhadap kendaraan dan permesinan atau peralatan.
Program
penyelidikan kecelakaan di dukung oleh prosedur tertulis mengenai Penyelidikan
dan Pelaporan Kecelakaan. Di dalam prosedur tersebut secara minimum
mencakup elemen-elemen berikut:
Tujuan dan definisi
·
Semua
kecelakaan atau insiden harus dilaporkan.
·
Jenis
kecelakaan dan penyelidikannya.
·
Siapa
yang harus diberitahu
·
Pelaporan
kepada instansi pemerintah
·
Prosedur
dan Acuan
o Prioritas
setelah terjadi kecelakaan, tindakan apa saja yang harus diambil
o Pengumpulan
informasi
o Analisa fakta
o Menentukan
kontrol agar kejadian serupa tidak terulang
o Pelaporan dan
distribusi laporan
Demikianlah
penjelasan tentang delapan element dari manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja. Semoga bermanfaat.